Selasa, 09 September 2008

PENDIDIKAN ISLAM DAN PENDIDIKAN NASIONAL


  1. PENDAHULUAN

Kemerdekaan bangsa Indonesia diharapkan bisa menggali segala potensi yang ada, sehingga dapat digunakan dan dikembangkan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Harapan ini walaupun sudah lama dicanangkan, namun belum juga terwujud sampai sekarang.

Keadaan lebih parah lagi dengan timbulnya gejala-gejala salah urus (mis management).1 Akibatnya pada bidang pendidikan fasilitasnya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan. Lagi pula politik dan usaha-usaha pendidikan tidak berhasil menjadikan sektor pendidikan sebagai faktor penunjang bagi suatu pendidikan. Perkembangan selanjutnya pendidikan hanya mengakibatkan benih-benih pengangguran. Lahirnya Orde Baru (Orba) memungkinkan pendobrakan salah urus itu dalam segala bidang juga dalam pendidikan.

Dalam bidang Agama, pemerintahan memandang bahwa agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis. Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional, agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan kemakmuran rakyat.2 Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, warga dan masyarakat hingga akhirnya dapat menjiwai kehidupan bangsa dan negara.

Kalau dirunut kebelakang, memang sejak tahun 1966 terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik itu menyangkut kehidupan sosial agama maupun politik. Pada Orde Baru tekad yang diemban, yaitu kembali pada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konskuen, sehingga pendidikan agama memperoleh tempat yang kuat dalam struktur pemerintahan.

Dalam makalah ini, kami akan mencoba membahas bagimana Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional pada masa Orde Baru sampai sekarang, tentunya hal ini terkait dengan sejarah dan kebijakan-kebijakan pemerintah pada masa Orde Baru sampai sekarang dalam bidang pendidikan.


  1. PEMBAHASAN

  1. Kebijakan Pemerintah Orde Baru Sampai Sekarang Terhadap Pendidikan Nasional.

Di bidang pembangunan khususnya, pemerintah Orde Baru bersama rakyat bercita-cita akan membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya, yakni membangun bidang rohani dan jasmani untuk kehidupan yang baik, di dunia dan akhirat sekaligus. Oleh karena itu, Orde Baru sering disebut juga sebagai Orde Pembangunan.3

Pada ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966, Bab II Pasal 3 disebutkan tentang tujuan Pendidikan Nasional Indonesia yang dimaksudkan untuk membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945. Pembentukan manusia Pancasila sejati adalah suatu yang sangat diperlukan untuk mengubah mental masyarakat yang sudah banyak mendapat indoktrinasi Manipol Usedek pada zaman Orde Lama, permunian semangat Pancasila dianggap sebagai jaminan untuk tegaknya Orde Baru.

Dalam pasal 4 TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tersebut selanjutnya disebutkan tentang isi pendidikan, di mana untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan, maka isi pendidikan harus meliputi beberapa hal, yaitu:

    1. Mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama.

    2. Mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan.

    3. Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.

Selanjutnya dikeluarkan ketetapan Nomor IV/MPR/1973 yang juga dikenal dengan nama GBHN yang merumuskan pula tujuan pendidikan nasional sebagai berikut:

Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya, agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh masyarakat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, maka pendidikan adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berpancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945.4

Rumusan-rumusan selanjutnya mengenai Pendidikan Nasional senantiasa termuat dan ditetapkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui Ketetapan MPR tahun 1978, 1983, 1988 dan 1993. Dan rumusan tersebut semakin sempurna dengan lahirnya UU RI No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan dilengkapi beberapa peraturan pemerintah dalam kerangka pelaksanaannya.

Menurut UU No. 2 tahun 1989 tersebut, pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.5

Pemerintah yang otoriter selama kurang lebih 32 tahun, juga mempengaruhi adanya penerapan sistem pendidikan yang sentralistik. Sistem pendidikan yang mana dalam pelaksanaannya diatur dan ditentukan oleh pemerintah langsung, baik dari segi kurikulum, materi, evaluasi, managemen dan lain sebagainya.

Setelah pemerintah Orde Baru tumbang, maka secara makro kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya Indonesia mengalami perubahan, yang kemudian kita kenal dengan Reformasi (tahun 1998-sekarang).

Beberapa kebijakan di bidang pendidikan pada saat ini adalah sebagai berikut:

  1. Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989.

Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998. Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik. Sehingga dalam perkembangan pelaksanaan pendidikan di Indonesia terdapat kemajuan, diantaranya adanya kurikulum 2004 (kurikulum Berbasis Kompetensi) sebagai pengganti kurikulum 1994. Dan yang sekarang baru adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mana perencanaannya dilakukan oleh masing-masing sekolah.

  1. Dikeluarkannya Rancangan Undang–Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) ini sebenarnya adalah tindak lanjut dari mandat yang dicantumkan dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), agar seluruh lembaga pendidikan berstatus badan hukum, yang akan diatur dalam undang-undang. Dengan alasan otonomi, akuntabilitas dan efisiensi, negara kemudian melepaskan tanggung jawabnya dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa. Jelas, RUU BHP ini sangat bertentangan dengan pembukaan UUD 1945, yang menyatakan dengan tegas bahwa tugas negara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

  2. Adanya upaya dalam merealisasikan anggaran pendidikan 20 % dari APBN/APBD sebagai amanat Undang-undang Dasar 1945.


  1. Kebijakan Pemerintah Orde Baru Sampai Sekarang Terhadap Pendidikan Islam

Kebijakan pemerintah Orde Baru terhadap Pendidikan Islam juga termaktub dalam penyusunan GBHN sejak tahun 1973 hingga sekarang, di mana ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semua jenjang pendidikan, bahkan pendidikan agama sudah dikembangkan sejak Taman Kanak-Kanak.6

Walaupun pendidikan agama mendapat porsi yang bagus sejak proklamasi kemerdekaan sampai Orde Baru berakar, namun itu semua hanya bahasa kiasan belaka. Menurut Abdurrahman Mas’ud , PhD. undang-undang pendidikan dari zaman dahulu sampai sekarang masih terdapat dikotomi pendidikan.7 Kalau dicermati bahwa undang-undang pendidikan nasional masih membeda-bedakan antara pendidikan umum dan agama, padahal perkawinan, ilmu agama dan umum justru akan menciptakan kebersamaan dan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis serasi dan seimbang.

Pendidikan Islam pada masa Orde Baru merupakan tahap awal munculnya kesadaran bangsa Indonesia akan pentingnya penanaman nilai-nilai keagamaan pada masyarakat Indonesia sehingga bangsa Indonesia dapat menyongsong masa yang akan datang bukan hanya dengan IPTEK melainkan juga di imbang oleh IMTAQ.

Pada masa orde baru pendidikan Islam dikembangkan masih dalam batas pemahaman dan pengembangan pengetahuan saja, baru setelah masuk pada abad 21 maka pendidikan Islam lebih difokuskan pada penerapan atau aktualisasi dari Ilmu pengetahuan dan selalu didasari oleh keimanan dan ketakwaan. Hal ini sesuai dengan beberapa strategi yang diterapkan di sekolah-sekolah guna peningkatan kualitas peserta didiknya baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Sebagai landasan menuju pembaharuan masyarakat Islam yang maju.


  1. Sistem Pendidikan Islam dan Sistem Pendidikan Nasional

Melalui perjalanan panjang proses penyusunan sejak tahun 1945-1989 UU nomor 2 tahun 1989, sebagai usaha untuk mengintegrasikan pendidikan Islam dan umum. Untuk mengembangkan pendidikan Islam haruslah mempunyai lembaga-lembaga pendidikan, sehingga menjadi “lahan subur” tempat persemaian generasi baru. Artinya pendidikan Islam harus mampu:

              1. Membedakan akar peserta didik dari semua kekangan dan belenggu.

              2. Membangkitkan indra dan perasaan anak didik sebagai sarana berfikir.

              3. Membekali ilmu pengetahuan.8

Di samping hal itu, peluang untuk berkembangnya pendidikan Islam secara integrasi dalam Sistem Pendidikan Nasional bisa dilihat dalam beberapa pasal.

  1. Pasal 1 ayat 2, pendidikan nasional adalah pendidikan yang terakhir pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

  2. Pasal 4, tentang tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, pribadi yang mantap dan mandiri.

  3. pasal 10, pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, moral dan ketrampilan.

  4. Pasal 11 ayat 1, jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, keagamaan, kedinasan, akademik dan profesional.

  5. Pasal 39 ayat 2, isi kurikulum setiap jenis dan jalur, serta jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila, agama dan kewarganegaraan.

  6. Pasal 47, ciri khas suatu pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.

Dalam konfigurasi sistem pendidikan nasional, pendidikan Islam di Indonesia merupakan salah satu variasi dari konfigurasi sistem pendidikan nasional, tetapi kenyataannya pendidikan Islam tidak memiliki kesempatan yang luas untuk bersaing dalam membangun umat yang besar ini. Apabila dirasakan, memang terasa janggal, bahwa dalam suatu komunitas masyarakat Muslim, pendidikan Islam tidak mendapat kesempatan yang luas untuk bersaing dalam membangun umat yang besar ini. Apalagi perhatian pemerintah yang dicurahkan pada pendidikan Islam sangatlah kecil porsinya, padahal masyarakat Indonesia selalu diharapkan agar tetap berada dalam lingkaran masyarakat yang sosialistis religius.

Prof. Ludjito, sebagaimana yang tertuang dalam situs rumahrizal.multiply.com, menyebutkan permasalahan yang terjadi dalam Pendidikan Agama Islam walaupun dari sistem pendidikan nasional cukup kuat, namun dalam pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini karena dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:

        1. Metodologi pendidikan agama kurang tepat. Lebih menitikberatkan pada aspek kognitif daripada aspek afektif.

        2. Adanya dikotomi pendidikan, meterogenitas pengetahuan dan penghayatan peserta didik.

        3. Perhatian dan kepedulian pemimpin sekolah dan guru terhadap pendidikan agama kurang.

        4. Kemampuan guru agama untuk menghubungkan dengan kehidupan kurang.

        5. Kurangnya penanaman nilai-nilai, tata krama dalam Pendidikan Agama Islam.

        6. Seandainya dari enam aspek tersebut bisa ditangani, maka pendidikan agama akan lebih diperhatikan masyarakat.9


  1. Pengintegrasian Pelajaran Agama dan Pelajaran Umum

Integrasi merupakan pembauran sesuatu sehingga menjadi kesatuan, sedangkan integrasi pendidikan adalah proses penyesuaian antara unsur-unsur yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam pendidikan dan integritas pendidikan memerlukan integritas kurikulum atau secara khusus memerlukan integritas pelajaran. Karena sasaran akhir dari pendidikan (agama) adalah untuk menciptakan manusia yang bisa mengintegrasikan diri, mampu menggunakan imannya dalam menjawab tantangan hidup dan mampu memanusiakan sesamanya dengan berbagai kehidupan yang sejahtera yang dikaruniakan Allah pada manusia.10 Dengan kata lain, pendidikan dimaksudkan untuk memajukan manusia dalam mengambil bagian secara aktif, kreatif dan kritis.

Untuk melaksanakan suatu yang lebih baik dari masa lalu, pelajaran agama dan mata pelajaran umum ditentukan guru yang memiliki integritas keilmuan yang memadai dalam pendidikan. Sehingga bisa menemukan cara untuk dapat menghubungkan bagian-bagian dari suatu bidang dari suatu bidang studi, satu pelajaran dengan mata pelajaran yang lain.

Ada dua cara yang memungkinkan untuk menghubungkan mata pelajaran agama dengan mata pelajaran lain, yaitu:

              1. Cara Okasional/Korelasi, yaitu dengan cara bagian dari satu pelajaran dihubungkan dengan bagian dari pelajaran lain bila ada kesempatan yang baik.

              2. Cara Sistematis, yaitu dengan cara bahan-bahan pelajaran dihubungkan lebih dahulu menurut rencana tertentu sehingga bahan-bahan itu seakan-akan merupakan satu kesatuan yang terpadu.


  1. Fungsi Pendidikan Islam Dan Nasional

Ditinjau dari kebijakan pemerintah Orde Baru, pada dasarnya fungsi pendidikan secara umum, baik pendidikan Islam maupun pendidikan Nasional sudah tertuang dalam rumusan GBHN dan UU RI No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan Kebangsaan.

Sedangkan ditinjau dari antropologi kultural, sosiologi dan ekonomi, maka fungsi pendidikan itu ada tiga:

1. Menumbuhkan kreativitas subyek didik

2. Menjaga lestarinya nilai-nilai insani dan ilahi, dan

3. Menyiapkan tenaga kerja produktif.11

Berdasarkan UU sisdiknas No. 20 tahun 2003, yang sekarang dipakai disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.12


  1. KESIMPULAN

Melihat alur sejarah pendidikan Islam dan pendidikan Nasional di Indonesia sebagaimana tersebut di atas maka penulis mengambil analisis bahwa pada Orde Baru kebijakan terhadap pendidikan, baik pendidikan Islam maupun Nasional, tertuang dalam rumusan GBHN dan UU RI No. 20 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Disamping itu, usaha untuk pengintegrasian terhadap pendidikan Islam dan Umum sudah dilakukan. Akan tetapi, dalam realitasnya pemisahan sistem dan pengelolaan pendidikan nasional dan pendidikan Islam masih dipertahankan. Artinya adalah bahwa pengelolaan pendidikan Islam masih mengalami nasib yang tidak bagus dibanding dengan saudara mudanya, pendidikan nasional. Walaupun secara substansial kedua sistem pendidikan tersebut oleh pemerintah Indonesia sendiri juga mengalami nasib yang sama buruknya, yaitu rendahnya anggaran pendidikan bila dibanding dengan negara-negara berkembang lain apalagi dibanding dengan negara-negara maju.

Baru setelah reformasi, kebijakan di bidang pendidikan dapat dilihat dari UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 sebagai upaya pembaharuan terhadap UU RI No. 2 tahun 1989, serta dikeluarkannya RUU BHP. Kalau di analisis sebenarnya kebijakan RUU BHP yang sekarang lebih mengarahkan kepada liberalisasi pendidikan Indonesia, dan bahkan jauh dari tanggung jawab pemerintah.

Demikianlah nasib perjalanan pendidikan di Indonesia yang sampai saat ini masih menduduki rangking kurang begitu bagus dibanding negara-negara lainnya. Kurangnya perhatian pemerintah pusat dan menitikberatkan pembangunan pada sektor ekonomi menyebabkan pembangunan jiwa dan mental bangsa menjadi termarjinalkan. Padahal pembangunan mental, jiwa, dan moral bangsa adalah sebuah keharusan dan keniscayaan sejarah yang tidak bisa ditawar-tawar, khususnya bagi bangsa Indonesia. Pendidikan ekonomi tanpa didukung dengan pendidikan moral yang kuat hanya akan memunculkan pemimpin-pemimpin yang berpenyakit kronis.


  1. PENUTUP

Demikian makalah ini kami susun, tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini dikarenakan semata-mata kekurangan kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca, agar makalah ini lebih komprehensif dan sempurna. Terima kasih...

























DAFTAR PUSTAKA



Depag RI, himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Dirjend Binbaga Islam, 1991/1992


Djumhur., Sejarah Pendidikan, Bandung: Ilmu, 1959


Fajar, H.A. Malik., Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Alfa Grafikatama, Jakarta, 1998


Hasbullah., Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995


http://rumahrizal.multiply.com/journal/item/8/Pendidikan_Islam_Abad_21_Dan_Orde_Baru


Majalah Rindang, Pesantren Masuk Undang-Undang, Majalah Bulanan Rindang, Semarang, Edisi XXVII, 2002


Muhadjir, Noeng, Ilmu pendidikan dan perubahan sosial, seatu teori pendidikan, Yogyakarta: Rake Sarasih, 1987


Th. Sumartana, dkk., Pluralisme Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Islam, http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf


Yunus, Muhammad, Dr. H., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Mutiara Sumber Widjaya, 1995


Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995

1 Djumhur., Sejarah Pendidikan, Bandung: Ilmu, 1959, hlm. 230

2 Dr. H. Muhammad Yunus., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Mutiara Sumber Widjaya, 1995, hlm. 133

3 Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hlm. 15

4 Hasbullah., Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995, hlm.81-82

5 Depag RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Dirjend Binbaga Islam, 1991/1992, hlm. 4

6 Depag RI, ibid, hlm. 50

7 Majalah Rindang, Pesantren Masuk Undang-Undang, Majalah Bulanan Rindang, Semarang, Edisi XXVII, 2002, hlm. 12.

8 H.A. Malik Fadjar, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Alfa Grafikatama, Jakarta, 1998, hlm. 176.

9 http://rumahrizal.multiply.com/journal/item/8/Pendidikan_Islam_Abad_21_Dan_Orde_Baru

10 Th. Sumartana, dkk., Pluralisme Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm. 286.

11 Noeng Muhadjir., Ilmu Pendidikan Dan Perubahan Sosial, Seatu Teori Pendidikan, Yogyakarta: Rake Sarasih, 1987, hlm. 19-20

12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Islam, http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf

Tidak ada komentar: