Selasa, 12 Januari 2010

BAB V

KESIMPULAN, SARAN DAN
PENUTUP



A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa pelajaran Aqidah Akhlak merupakan faktor penting dalam pembinaan umat untuk menjadi generasi yang mempunyai akhlaqul karimah dan mempunyai budi pekerti yang baik. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran Aqidah Akhlak, maka peserta didik diharapkan mempunyai daya serap yang tinggi, agar nilai-nilai yang diajarkan akan selalu tertanam dalam jiwa.
Dari analisis data tes hasil belajar siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas, diketahui bahwa siswa yang mempunyai nilai tertinggi dengan nilai 92 diantara kelas interval 81-100 jumlahnya satu siswa dengan kriteria daya serapnya sangat kuat, sedangkan untuk siswa yang nilainya diantara kelas interval 20-60 jumlahnya 14 siswa dengan kriteria daya serapnya cukup, sebagian sampel mempunyai daya serap yang relatif normal diantara kelas interval 61-100 sebanyak 25 siswa. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa yang memiliki skor daya serap di atas normal lebih banyak daripada yang dibawah rata-rata. Ini membuktikan bahwa daya serap siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar. Pekuncen, Banyumas relatif kuat atau baik.

B. SARAN
Dalam penelitian ini, penulis memberikan beberapa saran agar daya serap siswa terhadap mata pelajaran Aqidah Akhlak lebih meningkat, diantaranya adalah:
a. Iklim proses belajar-mengajar Aqidah Akhlak harus dibangun, termasuk dengan menggunakan metode aplikatif untuk merangsang sikap siswa, sehingga materi yang disampaikan dengan mudah dapat diserap oleh siswa.
b. Setiap guru hendaknya melakukan bimbingan dan pengawasan kepada setiap siswa agar nilai-nilai yang terkandung dalam pelajaran Aqidah Akhlak selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

C. PENUTUP
Demikian skripsi kami buat, apabila skripsi ini kurang komprehensif, maka saran dan kritik kami harapkan agar skripsi ini lebih baik.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Madrasah Ibtidaiyah (MI) Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen Kabupaten Banyumas.
a. Sejarah Singkat Madrasah
Madrasah ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas merupakan salah satu lembaga pendidikan yang dikelola oleh lembaga Ma’arif dalam naungan Departemen Agama RI yang berdiri pada tahun 1976. Madrasah ini terletak diantara lembaga pendidikan Ma’arif yaitu MTs Ma’arif dan SMK Ma’arif. Letak madrasah ini di Jl. Banjaranyar Pasiraman No. 25, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas.

b. Struktur Organisasi Madrasah
Adapun struktur organisasi madrasah sebagai berikut:
Kepala madrasah : Jamaludin, S.Pd.I
Wakil Kepala : Sustam , A.Ma
Sekretaris : Afifah Agustiah, S.Pd.I
Bendahara : Hastin Andriyatun, S.Pd.I
Seksi Kesiswaan : Sustam, A.Ma
Seksi Kurikulum : Setiawati, A.Ma
Seksi Pramuka : Yulianto
Ifah Khoryatun, A.Ma
Seksi Keagamaan : Sri Mustadiyati


Adapun guru di Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas berjumlah 10 guru, dengan latar belakang pendidikan D2 jumlahnya 7 orang, sedangkan guru yang latarbelakang pendidikannya S.1 jumlahnya 3 orang.

c. Sarana Prasarana
Adapun sarana prasarana untuk menunjang proses belajar mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas, cukup baik dan menunjang, diantara sarana prasarana yang ada antara lain:
1. Kondisi gedung sangat memadai dengan 2 tingkat, yang terdiri dari ruang kantor, ruang guru, ruang perpustakaan, ruang komputer, ruang kelas dan raung WC.
2. Sudah tersedianya komputer untuk proses belajar mengajar dalam kelas.
3. Tersedianya Mushola untuk kegiatan beribadah para siswa dan guru.
4. Tersedianya perangkat atau media pembelajaran, seperti CD, tape recorder, komputer, dan lain sebagainya.

d. Keadaan Peserta Didik/Siswa
Dari data yang penulis peroleh ada 209 siswa yang ada di Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas. Dengan mayoritas latar belakang keluarga yang islami. Dari tahun ketahun madrasah ini semakin banyak siswanya, karena madrasah ini merupakan salah satu madrasah yang sarana prasaranya lengkap dibandingkan dengan madrasah yang ada di Pekuncen, Banyumas.
Adapun kegiatan siswa di madrasah tidak hanya belajar dalam kelas, akan tetapi jug ada kegiatan penunjang bagi para siswa, diantaranya adalah kegiatan pramuka, rebana (musik hadrah), MTQ, kegiatan les (pelajaran tambahan).
Kegiatan pramuka dibagi 2 tingkatan, yaitu pramuka siaga untuk usia 7 – 10 tahun, pramuka penggalang untuk usia 10 tahun keatas. Kegiatan pramuka ini diadakan setiap hari Jum’at di madrasah. Kegiatan MTQ dilaksanakan setiap hari Rabu, yang diikuti oleh siswa kelas 4, 5 dan 6. untuk kegiatan rebana (musik hadrah) dilaksanakan setiap hari Sabtu. Sedangkan kegiatan les diwajibkan untuk kelas VI, yang dilaksanakan setiap hari setelah jam pelajaran sekolah.

B. Deskripsi Data
Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab III, bahwa penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk menggambarkan kondisi daya serap siswa terhadap mete pelajaran Aqidah Akhlak. Adapun sampel yang dijadikan dalam penelitian ini adalah siswa kelas lima (5) Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas. Dengan jumlah responden sebanyak 39 siswa, yang terdiri dari 22 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan.
Sementara untuk mendapatkan data, penulis menggunakan isntrumen penelitian berupa tes hasil belajar pelajaran Aqidah Akhlak semester genap tahun pelajaran 2008-2009. Adapun tesnya berupa tes tertulis yang terdiri dari soal pilihan ganda sejumlah 35 buutir soal, soal esay sejumlah 10 butir soal, dan soal jawaban sejumlah 5 butir soal.
Tes hasil belajar ini juga dapat dijadikan tolak ukur daya serap siswa terhadap mata pelajaran Aqidah Akhlak selama prosesa belajar mengajar dalam satu tahun. Adapun hasil tes belajar mata pelajaran Aqidah Akhlak semester genap siswa kelas 5 Madrasah Intidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar sebagai berikut:



Tabel. 1
Data Hasil Tes Belajar Mata Pelajaran Aqidah Akhlak

No. Nilai Tes Frekuensi
1. 34 1
2. 48 1
3. 54 3
4. 56 1
5. 58 1
6. 60 7
7. 61 3
8. 62 3
9. 64 5
10. 65 3
11. 66 1
12. 68 3
13. 70 4
14. 76 1
15. 78 1
16. 92 1



Dari data skor hasil belajar tersebut kemudian dilakukan perhitungan terhadap nilai rata-rata atau mean (X), median, modus, simpangan baku (s) atau varians. Setelah dilakukan perhitungan data di atas tersebut, dapat diketahui sebagai berikut:


1. Mean

2. Median adalah posisi nilai yang menunjukkan skor tengah atau 50%nya dari data skor paling tinggi atau skor paling rendah. Adapun median dari data penelitian ini adalah nilai 62, skor ini terletak diantara nilai 62 dan 64.
3. Modusnya adalah 62 dengan jumlah frekuensinya 7.
4. Range (rentang)nya adalah 58, karena nilai maksimalnya 92 dan nilai minimalnya 34.
5. Simpang baku (s) atau varians dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.
Nilai rata-rata (mean) dan simpang baku atau varians


f (Frekuensi)


34 1 - 29.02 842.16
48 1 - 15.02 225.60
54 3 - 9.02 81.36
56 1 - 7.02 49.28
58 1 - 5.02 25.20
60 7 - 3.02 9.12
61 3 - 2.02 4.08
62 3 - 1.02 1.04
64 5 0.98 0.96
65 3 1.98 3.92
66 1 2.98 8.88
68 3 4.98 24.80
70 4 6.98 48.72
76 1 12.98 168.48
78 1 14.98 224.40
92 1 28.98 839.84

2557.84




C. Analisis Data
Adapun data interval tingkat daya serap siswa kelas V terhadap mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas dapat dilihat pada taber berikut:

Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Nilai Tes Akhir Semester dan daya serap siswa

Kelas Interval Frekuensi (f) Frekuensi Relatif
(fr %)
81-100 1 2.56
61-80 24 61.53
41-60 13 33.33
21-40 1 2.56
0-20 0 0
100

Dari tabel di atas diketahui bahwa siswa yang mempunyai nilai tertinggi dengan nilai 92 diantara kelas interval 81-100 jumlahnya satu siswa dengan kriteria daya serapnya sangat kuat, sedangkan untuk siswa yang nilainya diantara kelas interval 20-60 jumlahnya 14 siswa dengan kriteria daya serapnya cukup, sebagian sampel mempunyai daya serap yang relatif normal diantara kelas interval 61-100 sebanyak 25 siswa.













Gambar 2. Histogram Skor Hasil Tes Belajar dan Daya Serap
(sumber: Hasil pemahaman sendiri)

Dari tebel histogram di atas dapat diketahui bahwa siswa yang memiliki skor daya serap di atas normal lebih banyak daripada yang dibawah rata-rata. Ini membuktikan bahwa daya serap siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar. Pekuncen, Banyumas relatif kuat atau baik.

D. Pembahasan
Dari analisis data penelitian dapat diperoleh hasil bahwa daya serap siswa kelas V terhadap Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas ralif abik atau kuat. Daya serap merupakan salah satu penentu keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar, kaitannya dengan mata pelajaran Aqidah Akhlak maka dengan kuatnya daya serap sisiwa terhadap nilai-nilai ajaran Aqidah Akhlak maka akan terwujudnya generasi muda yang mempunyai nilai-nilai moral dan budi pekerti yang baik. Karena dengan daya serap yang baik, nilai-nilai Aqidah Akhlak akan selalau tertanan dalm jiwa peserta didik. Dengan demikian, semakin baik daya serap sisiwa terhadap mata pelajaran Aqidah Akhlak maka semakin tinggi kesadaran siswa untuk tidak melakukan tindakan negatif dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, keluarga, maupun masyarakat.
Walupun hasil penelitian ini menunjukkan tingkat daya serap siswa kelas V baik atau tinggi, namun secara statistik hasil tes akhir semester masih kurang seprti apa yang diharapkan, antar siswa yang hasilnya diatas rata-rata dengan yang di bawah rata-rata ratingnya sedikit.
Daya serap siswa juga dipengaruhi oleh bagaimana seorang pendidik dalam menyampaikan materi kepada siswa, jika dalam penyampaian materi seorang pendidik menggunakan metode yang tepat, maka secara tidak langsung akan dapat diterima atau diserap oleh semua siswa. Pendidik juga harus mengetahui latar belakang dan kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran, hal ini dimaksudkan agar dapat memilih metode ynag tepat dalam menyampaikan materi agar nantinya dapat diserap oleh semua siswa. Disamping itu juga, usaha bimbingan belajar kepada siswa hendaknya juga intens dilakukan. Karena dengan bimbingan belajar, siswa akan terus belajar dan mempunyai motivasi yang tinggi dalam belajar.

BAB III

METODE PENELITIAN


A. Tipe atau Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif, yang mana dalam penelitian deskriptif kuantitatif mempunyai tujuan untuk menggambarkan atau melukiskan secara cermat dan sistematis fakta, gejala, fenomena, opini atau pendapat, sikap, menggambarkan (to describe) suatu kejadian dan lain sebagainya.
Dalam penulisan ini tujuan yang akan dicapai adalah mendeskripsikan atau menggambarkan daya serap siswa terhadap mata pelajaran aqidah akhlak siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen Banyumas tahun ajaran 2008-2009. Adapun desain yang digunakan adalah deskriptif survei.
Desain / format deskriptif survei dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi sebagai subyek penelitian, pendapat subyek penelitian inilah yang akan kita deskripsikan tentang variabel yang kita teliti.

B. Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah daya serap siswa terhadap mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas.

C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer, yaitu data-data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian berupa jawaban soal tes yang diberikan.
b. Data Sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari dokumentasi pada obyek penelitian seperti Gambaran umum obyek, Struktur organisasi dan data siswa.

2. Sumber Data
Data primer yang ada dalam penelitian ini berasal dari jawaban soal tes semester genap tahun pelajaran 2008-2009. Sehingga dalam penelitian ini, penulis mengambil skor atau hasil pekerjaan/jawaban siswa terhadap soal tes semester genap yang dikerjakan di sekolah.

D. Sampel Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, sehingga tidak perlu menggunakan poulasi, akan tetapi langsung menentukan sampel penelitian. Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.
Adapun sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas, yang jumlahnya 39 siswa.

E. Variabel Penelitian
Variabel merupakan obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini variabel hanya terdiri variabel independen, variabel independen dalam penelitian ini adalah daya serap siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas terhadap mata pelajaran Aqidah Akhlak.
F. Instrumen dan Metode Pengumpulan Data
Instrumen dan metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Tes Hasil Belajar (Achievement Tes)
Secara umum tes diartikan sebagai alat yang digunakan untuk mengukur pengetahuan dan penguasaan objek ukur terhadap seperangkat konten atau materi tertentu. Dalam penelitian ini, data tes diperoleh dari jawaban siswa atas soal tes semester genap Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif, tahun pelajaran 2008-2009.
2. Dokumentasi
Metode dokumentasi dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan pencatatan data-data yang telah didokumentasikan oleh Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas.

G. Metode Pengolahan Data
1. Tabulasi, mengelompokkan data yang diteliti kemudian disusun secara teratur dan selanjutnya dibuat dalam bentuk tabel.
2. Precessing data, yaitu data yang telah ditabulasi kemudian diolah atau diproses dalam bentuk statistik dengan menggunakan model analisis yang telah ditentukan.
3. Interpretasi data, yaitu data yang telah diproses dalam bentuk statistik deskriptif akan dianalisis dengan mencari mean, median, dan modul, selanjutnya ditarik suatu kesimpulan.

H. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan cara memberikan penjelasan tentang daya serap siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas berdasarkan persentase jawaban responden pada soal tes semester genap dengan mencari:
1. Mean, deng rumus:



2. Median, yaitu posisi nilai yang menunjukkan skor tengah atau 50% dari data paling tinggi atau paling rendah.
3. Moade, adalah nilai yang sering muncul dalam satu set nilai
4. Range (rentang) merupakan pengukuran yang paling sederhana untuk dispersi data. Rumus untuk range adalah:
Range = nilai maksimum – nilai minimum
5. Simpang baku



6. Persentase jawaban responden pada masing-masing siswa dirumuskan sebagai berikut:


Dimana:
P = Persentase yang diharapkan
K = Jumlah skor yang diperoleh
n = Jumlah responden



Selanjutnya untuk mengukur tingkat daya serap siswa terhadap mata pelajaran Aqidah Akhlak, yakni dengan skala interval sebagai berikut:
81 - 100 (sangat kuat)
61 - 80 (kuat)
41 - 60 (cukup)
21 - 40 (lemah)
0 - 20 (sangat lemah)

BAB II

KAJIAN TEORI
DAYA SERAP SISWA TERHADAP MATA PELAJARAN
AQIDAH AKHLAK

A. Konsep Daya Serap
a. Pengertian Daya Serap
Dalam memudahkan pemahaman tentang minat belajar, maka dalam pembahasan ini terlebih dahulu akan diuraikan mengenai day serap.
Secara bahasa daya mempunyai arti sebagi kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak, kekuatan; tenaga (yang menyebabkan sesuatu bergerak dsb), muslihat, akal, ikhtiar, upaya (ia berusaha dengan segala yang ada padanya). Sedangkan Sulchan Yasyin mengatakan bahwa, daya adalah tenaga atau kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan; tenaga yang menyebabkan timbulnya gerak usaha, ikhtiar.
Daya serap dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai kemampuan seseorang atau sesuatu untuk menyerap. Daya serap diartikan sebagai suatu kemampuan peserta didik untuk menyerap atau menguasai materi yang dipelajarinya sesuai dengan bahan mata pelajaran yang diajarkan gurunya. Daya serap merupakan tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap mata pelajaran yang diajarkan oleh seorang guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Pemahaman ini banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti, minat peserta didik terhadap belajar, lingkungan yang nyaman atau kondusif, dan guru yang bisa bersahabat (dekat) dengan peserta didiknya.
Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa daya serap belajar siswa adalah kemampuan siswa dalam mempelajari apa yang diajarkan, dibaca, didengar, dan dipelajari, (dalam hal ini adalah pelajaran aqidah akhlak).

b. Unsur-unsur Daya Serap dalam Proses Pembelajaran
Ada beberapa unsur daya serap anatar lain sebagai berikut:
1. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam memmbentuk daya serap. Melalui kecakapan inilah, seseorang mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan guru/pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya, kesannya akan lebih dalam pada peserta didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi peserta didik, dalam pembelajaran Aqidah Akhlak terutama untuk material pembelajaran berupa praktik sholat yang mana harus mempraktekan rukun-rukunya secara berurutan, dan materi yang mengandung hafalan atau amalan yang sunah ataupun wajib dilaksanakan. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama asmaul husna, rukun islam dan iman dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap peserta didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi peserta didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun juga, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan peserta didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.

2. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa pengertian-pengertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cenderung melemahkan kemampuan peserta didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong peserta didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi peserta didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.

3. Motif
Motif adalah keadaan dalam diri peserta didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada peserta didik, guru/pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, guru harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual peserta didik. Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya. Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.


c. Fungsi Daya Serap Siswa Dalam Belajar
Daya serap merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
usaha yang dilakukan seseorang. Daya serap yang kuat atau tinggi akan menimbulkan usaha yang mudah dan tidak sulit dalam menghadapi masalah atau problem. Jika seorang siswa memiliki daya serap tinggi terhadap mata pelajaran yang disampaikan oleh gur maka dengan cepat ia dapat mengerti, memahami dan mengingatnya.
Abdul Wahid menulis tentang fungsi daya serap bagi anak sebagai berikut:
1. Daya serap dapat meningkatkan wawasan dan pola pikir anak.
Sebagai contoh anak yang mempunyai daya serap tinggi pada mata pelajaran, maka wasasan tentang pelajaran luas, serta dapat berfikir luas tentang manfaat ilmu yang diserap pada waktu pelajaran.
2. Daya serap sebagai tenaga pendorong yang kuat.
Daya serap anak untuk menguasai pelajaran bisa mendorongnya untuk terus belajar dan ingin lebih tau secara mendalam.
3. Prestasi selalu dipengaruhi daya serap yang tinggi.
Untuk dapat mengerjakan soal tes dengan baik dan benar, tentunya diharapkan siswa mempunyai daya serap yang tinggi terhadap mata pelajaran.
4. Daya serap dapat meningkatkan minat belajar.
Minat seseorang meskipun diajar oleh guru yang sama dan diberi pelajaran tapi antara satu anak dan yang lain mendapatkan jumlah pengetahuan yang berbeda. Hal ini terjadi karena berbedanya daya serap mereka dan daya serap ini dipengaruhi oleh intensitas minat mereka.
5. Untuk memahami, menyerap atau menguasai materi yang dipelajarinya sesuai dengan bahan mata pelajaran yang diajarkan gurunya dalam proses kegiatan belajar mengajar.
6. Untuk meningkatkan kualitas belajar siswa.

d. Faktor-faktor Daya Serap
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang meningkatkan dan melemahkan daya serap, perlu disampaikan terlebih dulu jenis-jenis tingkat daya serap belajar siswa.
Tingkat daya serap belajar siswa bermacam-macam yaitu terdapat siswa yang memiliki daya serap belajar tinggi, sedang, dan rendah. Menurut Piet A. Sahertian ukuran tingkat daya serap belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga hal yaitu: siswa yang maju, siswa yang cukup dan siswa yang kurang.
Mengapa daya serap belajar setiap siswa/peserta didik bermacam-macam, tentunya hal ini disebabkan banyak faktor.
1. Faktor daya serap belajar siswa yang tinggi, antara lain:
a) Minat peserta didik terhadap belajar.
Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha yang dilakukan seseorang. Minat yang kuat akan menimbulkan usaha yang gigih serius dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi tantangan. Jika seorang siswa memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan mengingatnya.
Dalam hubungannya dengan pemusatan perhatian, minat mempunyai peranan dalam “melahirkan perhatian yang serta merta, memudahkan terciptanya pemusatan perhatian, dan mencegah gangguan perhatian dari luar.”
Oleh karena itu minat mempunyai pengaruh yang besar dalam belajar karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa maka siswa tersebut tidak akan belajar dengan sebaik- baiknya, sebab tidak ada daya tarik baginya. Sedangkan bila bahan pelajaran itu menarik minat siswa, maka ia akan mudah dipelajari dan disimpan karena adanya minat sehingga menambah kegiatan belajar.
Fungsi minat dalam belajar lebih besar sebagai motivating force yaitu sebagai kekuatan yang mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat kepada pelajaran akan tampak terdorong terus untuk tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya menerima pelajaran. Mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk terus tekun karena tidak ada pendorongnya. Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil yang baik dalam belajar seorang siswa harus mempunyai minat terhadap pelajaran sehingga akan mendorong ia untuk terus belajar.
b) Lingkungan yang nyaman atau kondusif.
Lingkunga dalam hal ini meliputi lingkungan di sekolah, keluarga dan masyarakat. Lingkungan belajar yang kondusif akan menyebabkan suasana yang nayaman untuk konsentrasi belajar, dibandingkan dengan lingkungan yang tidak kondusif. Begitu juga lingkungan dalam keluarga, apabila dalam lingkungan keluarga mendukung untuk peningkatan belajar siswa, maka siswa akan mempunyai daya serap yang tinggi. Lingkungan masyarakat juga penting untuk mengaplikasikan pemahaman nilai-nilai pelajaran.

c) Guru yang bisa bersahabat (dekat) dengan peserta didiknya.
Seorang guru sangat penting peranannya dalam peningkatan daya serap siswa, karena pelajaran yang akan diterima siswa akan disampaikan oleh guru/pendidik. Oleh karena itu, agar penyampaian materi dapat diserap, dipahami dengan baik oleh siswa maka seorang guru/pendidik harus menguasi materi pelajaran, menguasai kelas, menggunakan metode kreatif dengan mempergunakan alat peraga dalam mengajar, guru harus mampu memotivasi anak dalam belajar, guru harus menyamaratkan kemampuan anak di dalam menyerap pelajaran, guru harus disiplin dalam mengatur waktu, membuat persiapan mengajar atau setidaknya menyusun langkah-langkah dalam mengajar, guru harus mempunyai kemajuan untuk nemambah atau menimba ilmu misalnya membaca buku atau bertukar pikiran dengan rekan guru guna menambah wawasannya, jangan terlalu berorientasi terhadap pencapaian target kurikulum saja, dan lain sebagainya.

2. Faktor daya serap belajar siswa yang rendah dikarenakan:
a) Kurang optimal dalam penggunaan fungsi otak, misalanya tidak terbiasa denganbudaya membaca, sehingga otak lambat dalam menganalisa, biasanya kebiasaan dalam belajar cuma menghafal,
b) Kurang latihan dan terarah daya ingat/pikirannya,
c) Terdapat gangguan fungsi dan sistem otak,
d) IQ atau kapasitas anak kurang memadai,
e) Gangguan indrawi (kurangnya fungsi pendengaran, penglihatan, pembau, perasa dan peraba),
f) Hilangnya informasi yang diserap/lupa,
g) Kadang sengaja dibuat lupa,
h) Adanya faktor gen atau keturunan.

e. Alat Ukur Day Serap
Pada dasarnya alat ukur daya serap sama dengan alat untuk penilaian keberhasilan belajar mengajar, sedangkan untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat tingkat keberhasilan belajar dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar (achievent tes). Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan pada beberapa jenis penilaian, yaitu:
1. Tes Formatif
Tes formatif digunakan mengukur suatu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar pada bahan tertentu dan dalam waktu tertentu pula.
2. Tes Sub – Sumatif
Tes Sub - Sumatif meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan pada waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap siswa agar meningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil tes sub – sumatif dapat dimanfaatkan untuk memeperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai raport.
3. Tes Sumatif
Tes Sumatif diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa dalam satu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat atau sebagai ukuran mutu sekolah.

B. Pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah
a. Pengertian Aqidah Akhlak
Aqidah Akhlak berasal dari dua kata yaitu Aqidah dan Akhlak. Adapun pengertian Aqidah secara etimologis (lughat), aqidah berakar kata dari kata aqada-ya’qidu-aqdan-aqidatan. Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan, dapat pula diartikan (عقدة - عقد) berarti mengingat, menyimpulkan, menggabungkan.
Sebagaimana diketahui bahwa dasar pokok utama dalam Islam adalah aqidah atau keyakinan secara etimologi, aqidah berarti credo, keyakinan hidup, dan secara khusus aqidah berarti kepercayaan dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
Sedangkan pengertian akhlak secara etimologis (lughat) adalah bentuk jamak dari khulaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Mustofa dalam bukunya akhlak tasawuf mendefinisikan akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan tanpa menimbulkan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
Di samping istilah akhlak juga dikenal etika dan moral ketiga istilah ini sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap perbuatan manusia, perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah Al-Qur’an dan As-sunah, bagi etika standarnya adalah akal pikiran; dan bagi moral standarnya adalah adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.
Definisi-definisi akhlak dapat dilihat pada lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.
3. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
5. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan ikhlas semata karena Allah swt, bukan karena ingin mendapat pujian.
Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidikan akhlak al-karimah adalah faktor penting dalam pembinaan umat oleh karena itu, pembentukan akhlak al-karimah dijadikan sebagai bagian dari tujuan pendidikan.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian pelajaran aqidah akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT, dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan. Adapun pendidikan aqidah akhlak dalam pendidikan diarahkan pada peneguhan aqidah dan peningkatan toleransi serta saling menghormati dengan penganut agama lain dalam rangka mewujudkan kesatuan dan kesatuan bangsa.

b. Fungsi dan Tujuan Pelajaran Aqidah Akhlak
1. Fungsi
Mata pelajaran aqidah akhlak Madrasah Ibtidaiyah berfungsi untuk:
a) Penanaman nilai dan ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat;
b) Peneguhan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta pengembangan akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, melanjutkan pendidikan yang lebih dahulu dilaksanakan dalam keluarga;
c) Penyesuaian mental dan diri peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial dengan bekal aqidah akhlak;
d) Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari;
e) Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya sehari-hari;
f) Pengajaran tentang iformasi dan pengetahuan keimanan dan akhlak, serta sistem dan fungsionalnya;
g) Pembekalan peserta didik untuk mendalami aqidah akhlak pada jenjang pendidikan yang tinggi.


2. Tujuan
Mata pelajaran Aqidah Akhlak dalam pendidikan mempunyai tujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang aqidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaaannya kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

c. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah Akhlak
Pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah pada dasarnya berisi bahan pelajaran yang dapat mengarahkan pada pencapaian kemampuan dasar peserta didik untuk dapat memahami rukun iman dengan sederhan serta pengamalan dan pembiasaan berakhlak Islam secara sederhana, untuk dapat dijadikan landasan perilaku dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk jenjang pendidikan berikutnya. Adapaun secara garis besarnya ruang lingkup pelajaran Aqidah Akhlak meliputi:

1. Aspek keimanan
Obyek materi pembahasan mengenai aqidah/keimanan pada umumnya adalah Arkan Al-Iman, yaitu:
a) Iman kepada Allah swt.
b) Iman kepada malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk rohani lainnya seperti Jin, iblis dan syaitan),
c) Iman kepada kitab-kitab Allah,
d) Iman kepada hari akhir, dan
e) Iman kepada taqdir Allah.

2. Aspek Akhlak
Aspek akhlak meliputi: akhlak di rumah, akhlak di madrasah, akhlak di perjalanan, akhlak dalam keadaan bersin akhlak dalam membantu dan menerima tamu, perilaku akhlak pribadi/karakter pribadi yang terpuji yang meliputi: rajin, ramah, pemaaf, jujur, lemah lembut, berterima kasih, dan dermawan. Akhlak dalam bertetangga, akhlak dalam alam sekitar, akhlak dalam beribadah, akhlak dalam berbicara, melafalkan dan membiasakan kalimat thayyibah, akhlak terhadap orang yang sakit, syukur nikmat. Perilaku akhlak/karakter pribadi yang terpuji meliputi: teliti, rendah hati, qona’ah, persaudaraan dan persatuan, tanggungjawab, berani menegakkan kebenaran, taat kepada Allah SWT dan menghindari akhlak tercela.

3. Aspek Kisah Keteladanan
Dalam aspek kisah keteladanan materi yang diajarkan meliputi kisah keteladanan para Nabi dan para sahabatnya, diantara kisah keteladanan yang diajarkan antara lain: keteladanan Nabi Muhammad SAW, kisah Nabi Musa dan Nabi Yusuf as, kisah Masyitoh dan Ashabul Kahfi.

d. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah
Kompetensi mata pelajaran Aqidah Akhlak berisi sekumpulan kemampuan minimal yang harus dikuasai oleh peserta didik selama menempuh pendidikannya. Kompetensi ini berorientasi pada perilaku afektif dan psikomotorik dengan dukungan pengetahuan kognitif dalam rangka memperkuat aqidah serta meningkatkan kualitas akhlak sesuai dengan ajaran Islam. Kompetensi mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah adalah sebagi berikut:
1. Meyakini rukun iman yang enam dan sifat-sifat Allah SWT yang terkandung dalam Asma al-Husna (al-Rahman, al-Waahid, al-Kholiq, al-Quddus), terbiasa berakhlak terpuji (hidup bersih, kasih sayang dan rukun) dan menghindari akhlak tercela (hidup kotor, berkata bohong/dusta, dan berbicara kotor) dalam kehidupan sehari-hari.
2. Terbiasa beradab secara Islami ketika bergaul dengan orang tua, guru dan teman, ketika mandi, berpakaian, makan, minum, belajar, bermain, dan tidur, serta mengambil nilai-nilai keteladanan akhlak tokoh (sifat kasih sayang Rasulullah) atau orang/binatang.
3. Meyakini kalimat tauhid (Lailaha Illallah Muhammadur-Rosulullah), sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Asma al-Husna (al-Muhaimin, al-Salam, al-Lathif, ar-Rasyid), berakhlak terpuji (ramah, lemah lembut, hormat, pandai dan rajin), dan menghindari akhlak tercela (sombong, angkuh, acuh tak acuh dan malas) dalam kehidupan sehari-hari.
4. Terbiasa beradab secara Islami dalam pergaulan, keadaan khusus, ke kamar mandi/WC, di jalan, dan kepada binatang/tumbuhan, di rumah/madrasah dan meneladani akhlak orang/tokoh (keteguhan iman Nabi Ibrahim as).
5. Meyakini kalimat Thayyibah (Subhanallah) dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Asma al-Husna (al-Mushowwir, al-Kariim, al-Haliim), beriman kepada Malaikan Allah (10 Malaikan dan tugasnya) dan berakhlak terpuji (kreatif, rendah hati, santun, ikhlas dan dermawan), serta menghindari akhlak tercela (bohoh, pemarah, kikir dan boros) dalam kehidupan sehari-hari.
6. Terbiasa beradab secara Islami dalam pergaulan (terhadap orang yang cacat jasmani, fakir miskin, anak yatim), di jalan, dan bertamu (menerima dan bertamu), serta meneladani akhlak terpuji Nabi (kedermawanan Nabi Sulaiman as), tokoh atau orang (ulama yang sholeh) serta menghindari akhlak tercela (hidup boros dan prilaku bodoh) dalam kehidupan sehari-hari.
7. Myakinai kalimat Tayyibah (Innalillahi wa Inna Ilaihi Raji’uun dan La Haula wala Quwwata Illa bi Llah...) dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Asma al-Husan (al-Mukmin, al,’Adhim, al-Huda, al-’Adlu, al-Hakiim), meyakini adanya makhluk ghoib selain Malaikat Allah dan berakhlak terpuji (jujur, benar, teguh pendirian, adil dan taat kepada Allah SWT), serta menghindari akhlak tercela (khianat, ingkar janji, dhalim, kejam, tamak dan pemarah) dalm kehidupan sehari-hari.
8. Mengimani Nabi dan Rasull (25 Nabi dan Rasull) serta meneladani sifat-sifatnya, terbiasa menerapkan adab secara Islami ketika beribadah (masuk masjid, membaca Qur’an, sholat dan berpuasa) dan bertetangga (saling menghormati, menghargai, menyayangi dan tolong menolong), serta meneladani akhlak terpuji orang-orang/tokoh (keberanian Nabu Musa as dan Nabi Yusuf as) serta menghindari akhlak tercela (durhaka, berlaku kejam dan dhalim) dalam kehidupan sehari-hari.
9. Meyakini kalimat Thayyibah (Alhamdulillah dan Allahu Akbar) dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Asma al-Husna (al-Rozak, al-Mughni, al-Fattah, al-Wahhab, al-Syakuur), berakhlak terpuji (optimis, konaah dan tawakal), serta menghindari akhlak tercela (pesimis, bergantung, serakah/tamak, putus asa) dala kehidupan sehari-hari.
10. Meneladani dan menerapkan ciri-ciri orang yang beriman (sifat optimis, teliti, cermat yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman as), dan terbiasa mensyukuri nikmat Allah, menerapkan adab secara Islami ketika bekerja dan berbakti kepada orang tua dalam kehidupan sehari-hari.
11. Myakini kalimat Thayyibah (Asstaghfirullah) dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Asma al-Husna (al-’Alim, al-Sami’, al-Bashir) serta menghindari akhlak tercela (hasut dan dengki dalam kehidupan sehari-hari).
12. Terbiasa bertaubat, menerapkan adab secara Islami ketika terkena musibah (menghormati, menyayangi, membantu dan menolong) dan meneladani sifat tokoh dari kisah/cerita orang yang berakhlak mulia (kisah Masyitoh dan Askabul Kahwi) dalam kehidupan sehari-hari.
Dari penjelasan standar kompetensi mata pelajaran Aqidah Akhlak di atas mencerminkan bahwa pencapaian tujuan pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyyah mencakup semua ranah keberhasilan pendidikan, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh karena itu, penjabaran standar kompetensi pelajaran Aqidah Akhlak dapat dijadikan tolak ukur daya serap siswa terhadap mata pelajaran Aqidah Akhlak yang diberikan.

e. Evaluasi Kurikulum Aqidah Akhlak
Evaluasi merupakan hal yang penting yang sifatnya fundamental, sebab untuk terwujudnya keputusan-keputusan yang baik (tepat dan bijaksana) diperlukan adanya data dan informasi yang tepat dan relevan melalui atau dengan cara melakukan ecaluasi. Ecaluasi juga bisa dijadikan alat ukur keberhasilan pembelajaran serta daya serap siswa terhadap mata pelajaran tertentu.
Evaluasi dalam pembelajaran Aqidah Akhlak merupakan cara atau tekhnik penilain terhadap tingkah laku dan daya serap siswa terhadap mata pelajaran Aqidah Akhlak berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif (standar kompetensi) dari seluruh aspek-aspek mata pelajaran.
Alat evaluasi pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah sam dengan alat evaluasi pada mata pelajaran lainnya. Diantara alat evaluasi yang digunakan antara lain:
1. Teknik non-tes, yaitu evaluasi yang tidak menggunakan soal-soal tes dan tujuannya untuk mengetahui sikap dan sifat kepribadian siswa yang berhubungan dnegan kiat belajar atau pendidikan. Teknik non-tes dibagi menjadi enam macam, yaitu: skala bertingkat, kuesioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan dan riwayat hidup.
2. Teknik tes, yaitu untuk menilai kemampuan siswa yang meliputi pengetahuan dan ketrampilan sebagai hasil belajar, bakat khusu dan intelijensi. Teknik ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) Tes tuulis, yaitu tes yang soal dan jawaban diberikan kepada siswa berupa tulisan seperti tes subjektif/uraian dan tes objektif yang mana siswa diharapkan menjawab dnegan beberapa alternatif.
b) Tes Lisan yaitu memberikan pertanyaan secara lisan dan siswa langsung diminta untuk menjawab secara lisan pula.
c) Tes perbuatan yaitu tes dimana respon atau jawaban yang dituntut dari peserta didik berupa tindakan, tingkah laku kongkrit. Alat yang digunakan dalam tes ini adalah observasi atau pengamatan langsung terhadap tingkah laku siswa.

BAB I

PENDAHULUAN


A. Later Belakang Masalah
Akhir-akhir ini kita sering menyaksikan tayangan berita di televisi atau membaca dalam surat kabar, perihal fenomena kekerasan yang terjadi di dalam dunia pendidikan, baik yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya maupun kekerasan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang lain. Kekerasan antar pelajar pun tidak hanya terjadi di tingkat perguruan tinggi, Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Pertama (SLTP), bahkan terjadi di pelajar tingkat Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Tsanawiyah (MI). Hal tersebut sangat memprihatinkan karena di sekolahlah seharusnya nilai-nilai budi pekerti itu ditanamkan, mulai dari tingkat SD/MI, SLTP, SMA/MA bahkan Perguruan Tinggi.
Salah satu nilai-nilai budi pekerti yang diajarkan dalam sekolah adalah melalui mata pelajaran Aqidah Akhlak, yang mana didalamnya terdapat nilai-nilai akhlak yang mencerminkan budaya Islami dalam setiap aspek kehidupan.
Fenomena kekerasan antar pelajar merupakan salah satu bentuk buramnya pendidikan kita dan demoralilasinya generasi muda. Secara umum, kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau merugikan orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Kekerasan di dunia pendidikan kita tidak hanya berbentuk kekerasan fisik (perkelahian antar pelajar) saja atau eksploitasi fisik semata, tetapi juga terdapat kekerasan psikis terhadap peserta didik, dan justru kekerasan psikislah yang perlu diwaspadai karena akan menimbulkan efek traumatis yang cukup lama bagi si korban.
Pada kenyataannya, praktik kekerasan psikis atau yang sering disebut dengan bullying ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik oleh teman sekelas, kakak kelas ke adik kelas, maupun bahkan seorang guru terhadap muridnya. Terlepas dari alasan apa yang melatarbelakangi tindakan tersebut dilakukan, tetap saja praktik bullying tidak bisa dibenarkan, terlebih lagi apabila terjadi di lingkungan sekolah yang dilakukan oleh peserta didik, karena hal tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai budaya Islam dan budi pekerti yang luhur.
Oleh karena itu, dalam hal ini peran pelajaran Aqidah Akhlak sangat penting untuk mengatasi masalah kekerasan dan demoralisasi yang terjadi, diantara tujuan pendidikan Aqidah Akhlak di sekolah adalah penanaman nilai dan ajaran Islam sebagai pedoman hidup, pengembangan akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya sehari-hari.
Padahal pendidikan Aqidah Akhlah di dunia pendidikan kita sudah diterapkan sejak dari tingkat Madrasah Ibtidaiyyah (MI) sampai dengan perguruan tinggi, hal ini menunjukkan bahwa penananman nilai-nilai budi pekerti/akhlak kepada anak dilakukan sejak usia dini sampai dengan dewasa. Dengan demikian secara tidak langsung nilai-nilai akhlak seharusnya tertanam secara mendalam di setiap anak sehingga dengan modal akhlak tidak akan terjadi kekerasan atau tundakan-tindakan negatif dalam kehidupan sehari-hari.
Fenomena ini tentunya mengundang pertanyaan apakah kekerasan yang terjadi di sekolah merupakan kegagalan pelajaran Aqidah Akhlak yang diberikan kepada anak didik atau memang daya serap peserta didik rendah dalam memahami dan meneriama nilai-nilai yang terkandung di dalam pelajaran Aqidah Akhlak?
Tentunya banyak faktor yang melatar belakangi terjadi banyaknya kekerasan pelajar diantaranya adalah lingkungan, budaya, latar belakang keluarga, pendidikan, pergaulan, dan lain sebagainya. Lingkungan sekitar sangat potensial untuk mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku anak, lingkungan yang baik akan menciptakan perilakuk anak yang baik, begitu juga sebaliknya, lingkungan yang tidka baik akan membawa anak kejurang pergaulan yang tidak baik juga.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang fundamental atau dasar pendidikan bagi anak-anak, dengan demikian maka tergantung kedua orang tua dan pendidikan yang diberikannya, anak akan terbentun dan terukir jiwanya sesuai dengan kehendak orang tuanya, hal ini sesuai dnegan hadis yang berbunyi:

عن ابي هريره رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلم: مامن مولود الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه. (رواه البخاري)
”Dari Abu Hurairah ra. Berkata bahwa: Rasulullah SAW telah bersabda: Tidaklah seseorang itu dilahirkan kecuali membawa fitrah, ayah dan ibunya yang menjadikan Yahudi, Nasrani, atau Majuzi”. (H.R. Bukhori).

Zakariah Darajat, menjelaskan bahwa orang tua adalah pembina pribadi yang utama dalam kehidupan anak, kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan usnsur-unsur pendidikan yang tidak berlangsung, dengan sendirinya akan masuk ke dalam prbadi anak yang sedang tumbuh.
Ketika seorang anak pertama kali lahir ke dunia dan melihat apa yang ada di dalam rumah dan sekelilingnya, tergambar dalam benaknya sosok awal dari sebuah gambaran kehidupan. Bagaimana awalnya dia harus bisa melangkah dalam hidupnya didunia ini. Jiwanya yang masih suci dan bersih akan menerima segala bentuk apa saja yang datang mempengaruhinya. Maka sang anak akan dibentuk oleh setiap pengaruh yang datang dalam dirinya. Dalam hal ini Imam Ghazali mengatakan:



Bayi itu merupakan amanat bagi kedua orang tuanya, hatinya suci dan bersih. Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan, ia akan tumbuh dengan kebiasaan, pengajaran, dan berbahagia di dunia dan di akhirat.

Dengan demikaian orang tua harus berusaha semaksimal mungkin agar anak mendapatkan pendidikan agama yang baik dan terbiasa melaksanakannya. Berbicara tentang terbiasa melaksanakan berarti menyangkut metode keteladanan, metode keteladanan dalam pembiasaan merupakan suatu metode yang digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang baik kepada anak agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, aklak, kesenian dan lain-lain.
Kita sadai bahwa pendidikan merupakan salah satu usaha memanusiakan menusia agar peserta didik dapat menjadi manusia yang utuh, manusia yang berbudi luhur dan mempunyai nilai atau norma kehidupan yang baik. Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasiona, bahwa pendidikan adalah:
”Usah sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak sisik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagaman, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Dalam pembentukan kepribadian peserta didik, seorang pendidik/guru sangat penting, selain menjadi seorang pengajar, seorang guru juga berperan sebagai pendidik dan motivator bagi siswa-siswinya. Sebagai seorang pengajar, guru dituntut berkerja cerdas dan kreatif dalam mentranformasikan ilmu atau materi kepada siswa. Dan berupaya sebaik mungkin dalam menjelaskan suatu materi sehingga materi tersebut bisa diaplikasikan dalam keseharian siswa itu sendiri.
Tugas sebagai pendidik adalah tugas yang sangat berat bagi seorang guru. Guru dituntut mampu menanamkan nilai-nilai moral, kedisiplinan, sopan santun, dan ketertiban sesuai dengan peraturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah masing-masing. Dengan demikian, diharapkan siswa tumbuh menjadi peribadi yang sigap, mandiri, dan disiplin. Dan sebagai motivator, guru harus mampu menjadi pemicu semangat siswanya dalam belajar dan meraih prestasi.
Terlepas dari faktor seorang pendidik, lingkungan keluarga, budaya, dan lain sebaaginya. Dalam skripsi ini akan mendeskripsikan tentang sejauh mana daya serap peserta didik terhadap pelajaran Aqidah Akhlak yang disampikan oleh pendidik?
Kita tahu bahwa daya serap setiap peserta didik terhadap mata pelajaran berbeda antar satu sama lainnya. Oleh karena itu, tidak semua peserta didik dengan optimal menerima ajaran yang diberikan. Nilai-nilai Akhlak tidak lah mudah langsung diteriam oleh peserta didik jika peserta didik tidak mempunyai daya serap yang tinggi dan kesadaran untukselalu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mungki hal ini yang menyebabkan salah satu fenomena kekerasan yang terjadi di lingkungan pelajar mulai dari MI/SD bahkan sampai perguruan tinggi.
Di Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Kec. Pekuncen, Kab. Banyumas sendiri terdapat fenomena kekerasan antar siswa, padahal secara faktor lingkungan sekitarnya Madrasah tersebut terletak diantara pesantren, dan lingkungan masyarakatnya termasuk mayoritas muslim, secara otomatis semua siswa (anak didik) mempunyai latar belakang islami.
Disamping itu juga faktor metodologi pembelajaran di sekolahan sudah termasuk mendukung dalam keberhasilan tujuan pembelajaran. Khusus dalam pembelajaran Aqidah Akhlak metodologi yang diterapkan salah satunya dnegan metodologi demonstrasi atau Role Play. Dalam upaya pendidikan Aqdah Akhlak sebagai pelajaran yang bertujuan membentuk akhlak dan budi pekerti kepada siswa seharusnya kekerasan tidak terjadi. Namun dalam realitanya masih terdapat tindakn negatif di antara siswa. Apakah hal ini juga menunjukkan bahwa daya serap siswa di MI Ma’arif NU Banjarnyar terhadap pelajaran Aqidah Akhlak rendah atau mungkin ada faktor lain yang menyebabkannya.
Penelitian ini menitik beratkan pada deskriptif daya serap siswa khususnya kelas V MI Ma’arif NU Banjaranyar terahadap mata pelajaran Aqidah Akhlak.

B. Penegasan Istilah
Untuk mempermudah pemahaman dalam skripsi ini, penulis membatasi istilah yang terkait dengan penelitian ini, yaitu
1. Studi Deskriptif
Kata studi berasal dari bahasa Inggris, yaitu study, yang artinya kajian, telaah, penulisan ilmiah. Dalam penulisan judul skripai ini kata studi dimaksudkan kajian tentang daya serap siswa kelas V MI Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas.
Kata deskriptif berasal dari bahasa Inggris yang secara bahasa artinya uraian, lukisan, pemaparan. Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menggambarkan daya serap siswa kelas V MI Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat.


2. Daya Serap
Secara bahasa daya adalah tenaga atau kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan; tenaga yang menyebabkan timbulnya gerak usaha, ikhtiar. Daya serap diartikan sebagai kemampuan seseorang atau sesuatu untuk menyerap. Dalam penelitian ini daya serap hanya terfokus pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas V Madrasah Ibtidaiyah.

3. Pelajaran Aqidah Akhllak
Pelajaran Aqidah Akhlak adalah adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT, dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan. Adapun pendidikan aqidah akhlak dalam pendidikan diarahkan pada peneguhan aqidah dan peningkatan toleransi serta saling menghormati dengan penganut agama lain dalam rangka mewujudkan kesatuan dan kesatuan bangsa.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat penulis rumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah daya serap Siswa Kelas V Madarasah Ibtidaiyah Ma’arif NU Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas terhadap mata pelajaran Aqidah Akhlak?


D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan informasi faktual tentang daya serap siswa kelas V MI Ma’arif NU Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas.

E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat dipetik dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Guru (Penulis)
a. Guru (penulis) dapat mengukur kemampuan dan kekurangan yang ada untuk diperbaiki guna mengoptimalkan pelaksanaan tugas mengajar dikelas,
b. Guru (penulis) dapat memberikan perbaikan dan alternatif pembelajaran yang lebih baik, tepat sasaran dan dapat diserap dengan baik oleh seluruh siswa,
2. Bagi Siswa
a. Siswa dapat mengetahui kemampuan daya serapnya terhadap pelajaran yang disampiakan guru,
b. Siswa dapat meningkatkan kemampuanya melalui pembelajaran yang lebih baik.
3. Bagi Sekolah (Kepala Sekolah, Komite Sekolah dan Lingkungan)
a. Sekolah dapat memberikan dukungan dan motivasi sehingga guru dapat meningkatkan perannya dalam tugas pengajaran dan membimbing siswa menjadi lebih maksimal,
b. Sekolah dapat memberikan saran dan informasi untuk peningkatan kualitas siswa.




F. Sistematika Penulian Skripsi
Sistematika dalam penulisan skripsi ini terdiri dati tiga bagian. Bagian awal berisi halaman judul, halaman pengesahn, motto, persembahan, kata pengantar, dan daftar isi.
Bagian isi terdiri dari 5 Bab, yaitu Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalh, Tujuan Penelitian dan Manfa’at Penelitian. Bab II tentang Landasan Teori yang terdiri dari beberapa sub yaitu: Konsep Daya Serap dan Pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah. Bab III tentang Metode Penelitian yaitu: Tipe dan Sifat Penelitian, Sampel, Variabel Penelitian, Sumber Data, Metode Pengumpulan Data, dan Tekhnik Anlisis Data. Bab IV tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang terdiri dari Gambaran Umum Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU Banjaranyar dan Hasil Penelitian. Dan Bab V Penutup yang terdiri dari Kesimpulan, Saran dan Penutup.
Pada bagian akhir skripsi memuat daftar pustaka danlampiran-lampiran.

BAB I

Studi Deskripsi Daya Serap Siswa terhadap Mata Pelajaran Aqidah Akhlak

ABSTRAKSI



“Studi Deskripsi Daya Serap Mata Pelajaan Akidah Akhlak Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas. Skripsi Program Strata Satu (S.1), Jurusan Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah, IAIN Walisongo Semarang.

Kata Kunci : Studi, Daya Serap, Mata Pelajaran Akidah Akhlak.
Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian daya serap siswa kelas V MI Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas terhadap mata pelajaran akidah akhlak. Adapun penelitian yang penulis lakukan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Sedangkan dalam pengumpulan data menggunakan instrumen tes hasil belajar siswa semester genap tahun pelajaran 2008/2009..
Setelah mengadakan penelitian menunjukkan bahwa daya serap yang dicapai siswa kwlas V MI Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas relatif baik/tinggi. Dari data analisi data diperoleh rata-rata nilai 63.02 dan yang mendapatkan nilai di bawah rata-rata lebih kecil dibandingkan dengan yang mendapatkan nilai di atas rata-rata. Siswa yang daya serapnya di bawah nilai rata-rata mencapai 33.33%, sedangkan siswa yang daya serapnya di atas nilai rata-rata mencapai 61.53%.
Adapaun bagi pendidik dalam rangka meningkatkan daya serap siswa agar lebih meningkat lagi, maka seharusnya dalam penyampaian materi menggunakan metode yang relevan, dengan menciptakan suasana belajar yang mnyenangkan, sehingga siswa lebih konsentrasi dan memiliki minat yang tinggi terhadap pelajaran.