Selasa, 09 September 2008

METHODE MENGAJAR TATAKRAMA (AKHLAK)

  1. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, dan kebutuhan pribadi seseorang. Kebutuhan yang tidak dapat diganti dengan yang lain. Karena pendidikan merupakan kebutuhan setiap individu untuk mengembangkan kualitas, pontensi dan bakat diri. Pendidikan membentuk manusia dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, dari kebodohan menjadi kepintaran dari kurang paham menjadi paham, intinya adalah pendidikan memanusiakan manusia dan membentuk jasmani dan rohani menjadi paripurna.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”1


Tujuan pendidikan setidaknya terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan bertujuan mengembangkan aspek batin/rohani dan pendidikan bersifat jasmani/lahiriyah. Pendidikan bersifat rohani merujuk kepada kualitas kepribadian, karakter, akhlak dan watak, kesemua itu menjadi bagian penting dalam pendidikan, kedua pengembangan terfokus kepada aspek jasmani, seperti ketengkasan, kesehatan, cakap, kreatif. Pengembangan tersebut dilakukan di institusi sekolah dan di luar sekolah seperti di dalam keluarga, dan masyarakat.

Tujuan pendidikan berusaha membentuk pribadi berkualitas baik jasmani dan rohani. Dengan demikian secara konseptual pendidikan mempunyai peran strategis dalam membentuk anak didik menjadi manusia berkualitas, tidak saja berkualitas dalam segi skill, kognitif, afektif, tetapi juga aspek psikomotor dan spiritual. Hal ini membuktikan pendidikan mempunyai andil besar dalam mengarahkan anak didik mengembangkan diri berdasarkan potensi dan bakatnya. Melalui pendidikan anak memungkinkan menjadi pribadi soleh, pribadi, berkualitas secara skill, kognitif, afektif, psikomotor dan spiritual.

Tetapi realitas di masyarakat membuktikan pendidikan belum mampu menghasilkan anak didik berkualitas secara keseluruhan. Kenyataan ini dapat dicermati dengan banyaknya perilaku tidak terpuji terjadi di masyarakat, sebagai contoh merebaknya pengguna narkoba, penyalahgunaan wewenang, korupsi, manipulasi, perampokan, pembunuhan, pelecehan seksual, pelanggaran Hak Azasi Manusia, penganiayaan terjadi setiap hari. Realitas ini memunculkan anggapan bahwa pendidikan belum mampu membentuk anak didik berkepribadian paripurna. Pendidikan diposisikan sebagai institusi yang dianggap gagal membentuk anak didik berakhlak mulia. Padahal tujuan pendidikan di antaranya adalah membentuk pribadi berwatak, bermartabat beriman dan bertakwa serta berakhlak.

Dalam makalah ini akan dibahasa bagaimana metode membentuk etika atau tata krama serta membentuk pribadi berakhlak mulia. Etika atau tata krama atau berakhlak mulia merupakan bagian dari tujuan pendidikan di Indonesia, tujuan tersebut membutuhkan perhatian besar berbagai pihak dalam rangka mewujudkan manusia berskill, kreatif, sehat jasmani dan rohani sekaligus berakhlak mulia.


  1. PEMBAHASAN

    1. Pengertian Tatakrama

Menurut bahasa Tatakrama adalah budi bahasa, istiadat, sopan santun dan kesusilaan.2 Dalam islam istilah tatakrama merupakan salah satu indikator dalam akhlak. Sedangkan akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu alkhulqu, al-khuluq yang mempunyai arti watak, tabiat, keberanian, atau agama.3

Secara Istilah akhlak menurut Ibnu Maskawaih (421 H) adalah: Suatau keadaan bagi jiwa yang mendorong ia melakukan tindakan-tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus menerus, maka jadilah suatu bakat dan akhlak. 4

Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin sebagaimana dikutip Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari memberikan definisi akhlak sebagai ”suatu ungkapan tentang keadaan pada jiwa bagian dalam yang melahirkan macam-macam tindakan dengan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan terlebih dahulu”5

Dari dua defenisi di atas dapat dipahami bahwa akhlak bersumber dari dalam diri anak dan dapat juga berasal dari lingkungannya. Secara umum akhlak bersumber dari dua hal tersebut dapat berbentuk akhlak baik dan akhlak buruk, tergantung pembiasaannya, kalau anak membiasakan perilaku buruk, maka akan menjadi akhlak buruk bagi dirinya, sebaliknya anak membiasakan perbuatan baik, maka akan menjadi akhlak baik bagi dirinya.

Penjelasan tersebut mengindikasikan bahwa akhlak dapat dipelajari dan diinternalisasikan dalam diri seseorang melalui pendidikan, di antaranya dengan metode pembiasaan. Dengan adanya kemungkinan diinternalisasikan nilai-nilai akhlak ke diri anak, memungkinkan pendidik melakukan pembinaan akhlak.


    1. Methode Mengajar Akhlak (Tatakrama)

Abdurrahman an-Nahlawi mengatakan metode pendidikan Islam sangat efektif dalam membina akhlak anak didik, bahkan tidak sekedar itu metode pendidikan Islam memberikan motivasi sehingga memungkinkan umat Islam mampu menerima petunjuk Allah. Adapun metode pendidikan Islam meliputi metode dialog, metode kisah Qurani dan Nabawi, metode perumpaan Qurani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode targhib dan tarhib.6

Dari kutipan tersebut tergambar bahwa Islam mempunyai metode tepat untuk membentuk anak didik berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam. dengan metode tersebut memungkinkan umat Islam/masyarakat Islam mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan. Dengan demikian diharapkan akan mampu memberi kontribusi besar terhadap perbaikan akhlak anak didik, untuk memperjelas metode-metode tersebut akan di bahas sebagai berikut:

  1. Metode Dialog Qurani dan Nabawi

Metode dialog adalah metode menggunakan tanya jawab, atau pembiacaraan antara dua orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut mempunyai tujuan dan topik pembicaraan tertentu. Metode dialog berusaha menghubungakn pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya baik secara langsung atau melalui bacaan..7

Abdurrrahman an-Nahlawi mengatakan pembaca dialog akan mendapat keuntungan berdasarkan karakteristik dialog, yaitu topic dialog disajikan dengan pola dinamis sehingga materi tidak membosankan, pembaca tertuntun untuk mengikuti dialog hingga selesai, melalui dialog perasaan dan emosi pembaca akan terbangkitkan, topic pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi.8 Dalam al-Quran banyak memberi informasi tentang dialog, di antara bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog khitabi, taabbudi, deskritif, naratif, argumentative serta dialog Nabawiyah.9 Metode dialog sering dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam mendidik akhlak para sahabat. Dialog akan memberi kesempatan kepada anak didik untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak mereka pahami.

  1. Metode Kisah Qurani dan Nabawi

Dalam al-Quran banyak ditemui kisah menceritakan kejadian masa lalu, kisah mempunyai daya tarik tersendiri yang tujuannnya mendidik akhlak, kisah-kisah para Nabi dan Rasul sebagai pelajaran berharga. Termasuk kisah umat yang inkar kepada Allah beserta akibatnya, kisah tentang orang taat dan balasan yang diterimanya. Seperti cerita Habil dan Qobil,

Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, Aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya Aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sesungguhnya Aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, Maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian Itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim. Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi.”10

Ayat di atas merupakan contoh dalam ayat Al-Quran yang berhubungan dengan kisah. Kisah dalam al-Quran mengandung banyak pelajaran. Kisah dalam al-Quran dapat menjadi pelajaran bagi manusia. Bahkan mengandung aspek pendidikan yaitu dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembacanya, membina perasaan ketuhanan dengan cara mempengaruhi emosi, mengarahkan emosi, mengikutsertakan psikis yang membawa pembaca larut dalam setting emosional cerita, topic cerita memuaskan pikiran. Selain itu kisah dalam al-Quran bertujuan mengkokohkan wahyu dan risalah para Nabi, kisah dalam al-Quran memberi informasi terhadap agama yang dibawa para Nabi berasal dari Allah, kisah dalam al-Quran mampu menghibur umat Islam yang sedang sedih atau tertimpa musibah.11

Metode mendidik akhlak melalui kisah akan memberi kesempatan bagi anak untuk berfikir, merasakan, merenungi kisah tersebut, sehingga seolah ia ikut berperan dalam kisah tersebut. Adanya keterkaitan emosi anak terhadap kisah akan memberi peluang bagi anak untuk meniru tokoh-tokoh berakhlak baik, dan berusaha meninggalkan perilaku tokoh-tokoh berakhlak buruk.

Cerita mengusung dua unsur negatif dan unsur positif, adanya dua unsure tersebut akan memberi warna dalam diri anak jika tidak ada filter dari para orang tua dan pendidik. Metode mendidik akhlak melalui cerita/ kisah berperan dalam pembentukan akhlak, moral dan akal anak.12

Dari kutipan tersebut dapat diambil pemahaman bahwa cerita/kisah dapat menjadi metode yang baik dalam rangka membentuk akhlak dan kepribadian anak. Cerita mempunyai kekuatan dan daya tarik tersendiri dalam menarik simpati anak, perasaannya aktif, cerita dalam al-Quran bukan hanya sekedar memberi hiburan, tetapi untuk direnungi, karena cerita dalam al-Quran memberi pengajaran kepada manusia. Dapat dipahami bahwa cerita dapat melunakkan hati dan jiwa anak didik, cerita tidak hanya sekedar menghibur tetapi dapat juga menjadi nasehat, memberi pengaruh terhadap akhlak dan perilaku anak, dan terakhir kisah/cerita merupakan sarana ampuh dalam pendidikan, terutama dalam pembentukan akhlak anak.

  1. Metode Mauizah

Dalam tafsir al-Manar sebagai dikutip oleh Abdurrahman An-Nahlawi dinyatakan bahwa nasihat mempunyai beberapa bentuk dan konsep penting yaitu, pemberian nasehat berupa penjelasan mengenai kebenaran dan kepentingan sesuatu dengan tujuan orang diberi nasehat akan menjauhi maksiat, pemberi nasehat hendaknya menguraikan nasehat yang dapat menggugah perasaan afeksi dan emosi, seperti peringatan melalui kematian peringatan melalui sakit peringatan melalui hari perhitungan amal. Kemudian dampak yang diharapkan dari metode mauizah adalah untuk membangkitkan perasaan ketuhanan dalam jiwa anak didik, membangkitkan keteguhan untuk senantiasa berpegang kepada pemikiran ketuhanan, perpegang kepada jamaah beriman, terpenting adalah terciptanya pribadi bersih dan suci.13

Dalam memberi nasehat hendaknya dengan baik, kalau pun mereka membantahya maka bantahlah dengan baik. Sehingga nasehat akan diterima dengan rela tanpa ada unsur terpaksa. Metode mendidik akhlak anak melalui nasehat sangat membantu terutama dalam penyampaian materi akhlak mulia kepada anak, sebab tidak semua anak mengetahui dan mendapatkan konsep akhlak yang benar. Dalam memberikan nasehat hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi, pendidi hendaknya selalu sabar dalam menyampaikan nasehat dan tidak merasa bosan/putus asa.14

Muhammad bin Ibrahim al-Hamd mengatakan cara mempergunakan rayuan/ sindiran dalam nasehat, yaitu:

  • Rayuan dalam nasehat, seprti memuji kebaikan murid, dengan tujuan agar siswa lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan membicarakan keburukannya.

  • Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.

  • Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.

  • Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.

  • Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui sindiran

  • Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang melakukan sesuatu berbeda dengan perbuatannya. Kalau hal ini dilakukan akan akan mendorongnya untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.15

  1. Metode Pembiasaan Dengan Akhlak Terpuji

Manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih, dalam keadaan seperti ini manusia akan mudah menerima kebaikan atau keburukan. Karena pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk menerima kebaikan atau keburukan hal ini dijelaskan Allah, sebagai berikut:” Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”16

Ayat tersebut mengindikasikan bahwa manusia mempunyai kesempatan sama untuk membentuk akhlaknya, apakah dengan pembiasaan yang baik atau dengan pembiasaan yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa metode pembiasaan dalam membentuk akhlak mujlai sangat terbuka luas, dan merupakan metode yang tepat. Pembiasaan yang dilakukan sejak dini/sejak kecil akan memebawa kegemaran dan kebiasaan tersebut menjadi semacam kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepribadiannya.

  1. Metode Keteladanan

Muhammad bin Muhammad al-Hamd mengatakan pendidik itu besar dimata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena murid akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya.17

Dengan memperhatikan kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik akhlak anak, keteladanan menjad titik sentral dalam mendidik dan membina akhlak anak didik, kalau pendidik berakhlak baik ada kemungkinan anak didiknya juga berakhlak baik, karena murid meniru gurunya, senbaliknya kalau guru berakhlak buruk ada kemungkinan anak didiknya juga berakhlak buruk.

Dengan demikian keteladanan menjadi penting dalam pendidikan akhlak, keteladanan akan menjadi metode ampuh dalam membina akhlak anak. Mengenai hebatnya keteladanan Allah mengutus Rasul untuk menjadi teladan yang paling baik, Muhammad adalah teladan tertinggi sebagai panutan dalam rangka pembinaan akhlak mulai,” Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” 18

Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Muhammad Saw menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, dilain pihak pendidik hendaknya berusaha meneladani Muhammad Saw sebagai teladannya, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figure yang dapat dijadikan panutan.

  1. Metode Targhib dan Tarhib

Targhib adalah janji yang disertai bujukan dan rayuan untuk menunda kemaslahatan, kelezatan, dan kenikmatan. Sedangkan tarhib adalah ancaman, intimidasi melalui hukuman.19 Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa metode pendidikan akhlak dapat berupa janji/pahala/hadiah dan dapat juga berupa hukuman. Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari menyatakan metode pemberian hadiah dan hukuman sangat efektif dalam mendidik akhlak terpuji.20

Anak berakhlak baik, atau melakukan kesalehan akan mendapatkan pahala/ganjaran atau semacam hadian dari gurunya, sedangkan siswa melanggar peraturan berakhlak jelek akan mendapatkan hukuman setimpal dengan pelanggaran yang dilakukannya.

Dalam al-Quran dinyatakan orang berbuat baik akan mendapatkan pahala, mendapatkan kehidupan yang baik. ”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.”21

Berdasarkan ayat di atas dapat diambil konsep metode pendidikan yaitu metode pemberian hadiah bagi siswa berprestasi atau berakhlak mulai, dengan adanya hadian akan memberi motivasi siswa untuk terus meningkatkan atau paling tidak mempertahankan kebaikan akhlak yang telah dimiliki. Di lain pihak, temannya yang melihat pemberian hadiah akan termotivasi untuk memperbaiki akhlaknya dengan harapan suatu saat akan mendapatkan kesempatan memperoleh hadiah. Hadiah diberikan berupa materi, doa, pujian atau yang lainnya.

Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan terlalu lunak akan membentuk anak kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian diasingkan, dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas dendam. Alternatif lain yang mungkin dapat dilakukan adalah: Memberi nasehat dan petunjuk, ekspresi cemberut, pembentakan, tidak menghiraukan murid, pencelaan disesuaikan dengan tempat dan waktu yang sesuai, jongkok, memberi pekerjaan rumah/tugas, menggantungkan cambuk sebagai simbol pertakut, dan alternatif terakhir adalah pukulan ringan.22


  1. KESIMPULAN

Menurut Abdurrahman an-Nahlawi metode pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah Qurani dan Nabawi, metode perumpaan Qurani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode targhib dan tarhib. Dalam pemberian sanksi diusahakan tidak mendahulukan sanksi bersifat fisik, kalau pun terpaksa hendaknya menghindari bagian muka dan bagian lain yang membahayakan anak didik, kemudian pukulan dilaksanakan hanya sekedarnya saja, tidak bermaksud balas dendam atau motif lain.

  1. PENUTUP

Demikian makalah ini kami sampaikan, tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kami. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Dan sempga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.




DAFTAR PUSTAKA



Redaksi Sinar Grafika,Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, UU RI NO.20 TH.2003, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 5-6


Pius A Partanto, M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola: 1994, hlm. 741.


Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari, Akhaquna,terjemahan. Dadang Sobar Ali, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hlm. 88


Abdurrahman An-Nahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah Wa Asalibiha fii Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ Penerjemah. Shihabuddin, Jakart: Gema Insani Press, 1996, hlm. 204,


Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006, hlm. 272.


Abdul Aziz Abdul Majid,AlQissah fi al-tarbiyah, penerjemah. Neneng Yanti Kh. Dan Iip Dzulkifli Yahya, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001, hlm. 4.


Jaudah Muhammad Awwad,Mnhajul Islam Tarbiyatil Athfal, penerjemah Shihabbuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm. 46-47.


Muhammad bin Ibrahim al- Hamd, Maal Muallimin, Penerjemah, Ahmad Syaikhu, Jakarta: Darul Haq, 2002, hlm. 140,


Fuad bin Abdul Azizi al-Syalhub,Al-Muallim alAwwal shalallaahu alaihi Wa Sallam Qudwah Likulli Muallim wa Muallimah, penerjemah. Abu Haekal, Jakarta: Zikrul Hakim, 2005, hlm.43-45

1 Redaksi Sinar Grafika,Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, UU RI NO.20 TH.2003, Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hlm. 5-6.

2 Pius A Partanto, M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994, hlm. 741.

3 Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari, Akhaquna, terjemahan Dadang Sobar Ali, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hlm. 88.

4 Ibid, hlm. 88

5 Ibid, hlm. 88

6 Abdurrahman An-Nahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah Wa Asalibiha fii Baiti wal Madrasati wal Mujtama’, Penerjemah. Shihabuddin, Jakart: Gema Insani Press, 1996, hlm.204,

7 Ibid, hlm. 205

8 Ibid, hlm. 205

9 Ibid, hlm. 206

10 Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemah dan Penjelasan Ayat Ahkam, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006, hlm. 272.

11 Abdurrahman San-Nahlawi, Op.Cit., hlm. 239-250

12 Abdul Aziz Abdul Majid, AlQissah fi al-tarbiyah, penerjemah. Neneng Yanti Kh. Dan Iip Dzulkifli Yahya, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001, hlm. 4. dan Jaudah Muhammad Awwad, Manhajul Islam Tarbiyatil Athfal, penerjemah Shihabbuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm. 46-47.

13 Abdurrahman an-Nahlawi, Op.Cit., hlm. 289-296

14 Muhammad bin Ibrahim al- Hamd, Maal Muallimin, Penerjemah, Ahmad Syaikhu, Jakarta: Darul Haq, 2002, hlm. 140, dan Fuad bin Abdul Azizi al-Syalhub, Al-Muallim alAwwal shalallaahu alaihi Wa Sallam Qudwah Likulli Muallim wa Muallimah, Penerjemah. Abu Haekal, Jakarta: Zikrul Hakim, 2005, hlm.43-45

15 Ibid, hlm.142

16 Departemen Agama RI, Op. Cit. hlm. 596

17 Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Op.Cit., hlm.27

18 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.421

19 Abdurrahman an-Nahlawi, Op.Cit., hlm. 296

20 Muhammad Rabbi Jauhari, Op.Cit., hlm.115

21 Departemen Agama RI, Op.Cit., hlm.279

22 Ibid., hlm. 59-60

Tidak ada komentar: