Selasa, 09 September 2008

ILMU MUNASABAH

  1. PENDHULUAN

Lahirnya pengetahuan tentang korelasi (Munasabah) ini berawal dari kenyataan bahwa sistematika al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam Mushaf Utsmani sekarang tidak berdasarkan pada kronologis turunnya. Itulah sebabnya terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama Salaf tentang urutan surat di dalam al-Qur’an. Pendapat pertama, bahwa hal itu didasarkan pada tauqifi dari Nabi. Golonghan kedua berpendapat bahwa, hal itu didasarkan atas ijtuhad.

Para sahabat setelah mereka bersepakat dan memastikan bahwa susunan ayat-ayat adalah tauqifi. Golongan ketiga berpendapat, serupa dengan golongan pertama, kecuali surat al-Anfal dan Bara’ah yang dipandang bersifat ijtihadi. Pendapat pertama didukung antara lain oleh al-Qadhi Abu Bakar dalam satu pendapatnya, Abu Bakar Ibnu al-Anbari, al-Kirmani dan Ibnu al-Hisar. Pendapat kedua didukung oleh Malik, al-Qadhi Abu Bakar dalam pendapatnya yang lain dan Ibnu al-Faris. Pendapat ketiga dianut oleh al-Baihaqi. Salah satu penyebab perbedaan pendapat ini adalah mushaf-mushaf ulama Salaf yang urutan suratnya berfariasi.

Atas dasar perbedaan pendapat tentang sistematika ini, wajarlah jika masalah teori korelasi al-Qur’an kurang mendapat perhatian dari para ulama yang menekuni “Ulum al-qur’an”. Ulama yang pertama kali menaruh perhatian pada masa ini, menurut as-Shuyuti, adalah Syaikh Abu BAkar an-Naisyaburi, kemudian diikuti ulama ahli tafsir seperti Abu Ja’far bin Zubair dalam kitab Tartib as-Suwar al-Qur’an, Syaikh Burhanuddin al-Biqo’i dengan bukunya Nazhm ad-durar fi Tanasub al-Ayyi wa as-Suwar. Dan Asyuyuti dalam kitab Asror at-Tartib al-Qur’an.






  1. PEMBAHASAN

    1. Pengertian Munasabah

Kata Munasabah secara etimologi, menurut as-Syuyuti berrarti al-Musakalah (keserupaan) dan al-Muqabarah (kedekatan).

Sedangkan menurut terminologi dapat didefinisikan sebagai berikut:

  1. Menurut az-Zarkasyi.

Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan pada akal, pasti akal itu menerimanya.

  1. Menurut Ibnu al-‘Araby

Munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi.

  1. Menurut al-Biqai

Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian al-Qur’an baik ayat dengan ayat atau surat dengan surat.


Jadi untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam al-Qur’an diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam.

As-Syuyuti menjelaskan beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu:

  1. Memperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.

  2. Memperhatikan urutan ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.

  3. Menentukan tingkatan urutan-urutan itu apakah ada hubungannya atau tidak.

  4. Dalam mengambil kesimpulan hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.





    1. Dasar Pemikiran Adanya Munasabah Diantara Ayat-ayat atau Surat-surat al-Qur’an.

As-Syitibi menjelaskan bahwa satu surat, walaupun dapat mengandung banyak masalah, namun masalah-masalah tersebut berkaitan antara satu dan lainnya. Sehingga seseorang hendaknya jangan hanya mengarahkan pandangan pada awal surat, tetapi hendaknya memperhatikan pula akhir surat atau sebaliknya. Karena bila tidak demikian akan terabaikan maksud ayat-ayat yang diturunkan.

Mengenai hubungan antara satu ayat atau surat dengan ayat atau surat lain (sebelum atau sesudah) tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab Nuzulul Ayat. Sebab mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surat-surat itu dapat pula membantu kita memahami dengan tepat surat-surat dan ayat-ayat yang bersangkutan. Ilmu al-Qur’an ini disebut ilmu Tunasabilaayatiwasuwar.

Ilmu ini menjelaskan segi-segi hubungan antara beberapa ayat atau beberapa surat al-Qur’an. Apakah hubungan itu berupa ikatan antara ‘umm’ (umum) dan khusus, atau antara abstrak dan konkrit, atau antara sebab akibat atau antara illat dan ma’lulnya ataukah antara rasional dan irrasional bahkan dua hal yang kontardiksi.1

    1. Macam-macam Munasabah

Menurut as-Syuyuti dalam kitab Asror, terdapat tujuh macam munanasabah, yaitu:

        1. Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya

As-Suyuti menyimpulkan bahwa munasabah antar satu surat dengan surat sebelumnya, seperti contoh dalam surat al-Fatikhah ayat 1 terdapat ungkapan Alhamdulillah. Ungkapan ini berkorelasi dengan surat al-Baqarah ayat 152 dan 186.



        1. Munasabah antara nama surat dan tujuan turunnya

Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol dan itu tercermein pada namanya masing-masing. Seperti Surat al-Baqarah, surat Yusuf dan surat an-Naml. Umpamanya pada surat al-Baqarah ayat 67-71, yang menceritakan tentang lembu betina yang intinya membicarakan tentang kekuasaan Tuhan membangkitkan orang mati. Dengan kata lain, tujuan surat ini adalah menyangkut kekuasaan Tuhan dan keimanan pada hari kemudian.


        1. Munasabah antar bagian suatu ayat

Munasabah ini sering berbentuk pula munasabah at-Tadhadot (perlawanan), seperti contoh dalam surat al-Hadid ayat 41.







Diantara kata Yaliju (masuk) dan Yakhruju (keluar) serta kata Yanzilu (turun) dan kata Ya’ruju (naik) terdapat korelasi berlawanan. Bahkan munasabah seperti ini dapat dijumpai dalam surat al-Baqarah, an-Nisa dan al-Maidah.

        1. Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan

Munasabah ini sering terlihat jelas tetapi sering pula tidak jelas. Munasabah yang terlihat jelas biasanya menggunakan pola ta’kid (penguat), tafsir (penjelas), i’tiradh (bantahan) dan tasdid (penegasan).

Munasabah dengan pola ta’kid yaitu apabila salah satu ayat atau bagian ayat memperkuat makna ayat atau bagian ayat terletak disampingnya seperti contoh, ungkapan robbal’alamin pada ayat kedua memperkuat kata arrahman dan arrahim pada ayat pertama.

Sedangkan munasabah antar ayat yang tidak jelas dapat dilihat melalui qora’in maknawiyah (hubungan makna) yang terlihat dalam empat pola munasabah yaitu, at-Tanzir (perbandingan), al-Mudhadat (perlawanan), istidhrat (penjelasan lebih lanjut) dan at-Takhallus (perpindahan).


        1. Munasabah antara suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya

Dalam surat al-Baqarah ayat 1-20, umpama Allah memulai penjelasan-Nya, tentang kebenaran dan fungsi al-Qur’an bagi orang-orang yang bertaqwa. Dalam kelompok ayat berikutnya dibicarakan tentang tiga kelompok manusia dan sifat mereka yang berbeda-beda yakni mukmin, kafir dan munafik.


        1. Munasabah antar fasilah (pemisah) dan isi ayat

Jenis munasabah ini mengandung tujuan tertentu diantaranya tamkin (menguatkan) makna yang terkandung dalam suatu ayat. Seperti contoh dalam surat al-Ahzab ayat 25.





Dalam ayat ini Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan bukan karena menganggapnya lemah melainkan karena Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa. Jadi adanya Kashilah diantara penggalan ayat di atas dimaksudkan agar pemahaman terhadap ayat tersebut menjadi lurus dan sempurna.


        1. Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama

Munasabah semacam ini, as-Syuyuti, telah mengarang sebuah kitab yang berjudul Marasyid al-Mathali fi Tanasub al-Maqali wa al-Mathali, seperti contoh yang terdapat dalam surat al-Qashas yang diawali dengan penjelasan perjuangan Nabi Musa ketika berhadapan dengan kekejaman Fir’aun atas perintah dan pertolongan Allah, Nabi Musa berhasil keluar dari Mesir setelah mengalami berbagai tekanan. Pada akhir surat Allah menyampaikan kabar gembira kepada NAbi Muhammad yang menghadapi tekanan dari kaumnya dan janji Allah atas kemenangannya. Munasabah disini terletak dari sisi kesamaan kondisi yang dihadapi oleh kedua Nabi tersebut.


        1. Munasabah penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya.

Jika memperhatikan setiap pembukaan surat, kita akan menjumpai munasabah dengan akhir surat sebelumnya, sekalipun tidak mudah untuk mencarinya. Seperti pada permulaan surat al-Hadid yang dimulai dengan tasbih:




Ayat ini bermunasabah dengan ayat sebelumnya yakni surat al-Waqi’ah.





    1. Pendapat Ulama Tentang Munasabah

        1. Syaikh Izuddin Abdus Salam, memberikan alasan beliau berkata: “munasabah adalah ilmu yang baik, tetapi dengan syarat adanya hubungan yang jelas dalam satu persoalan, menyatu antara awal dan akhirnya, keduanya sama-sama mempunyai hubungan dan apabila terjadi dalam sebab-sebab yang berbeda maka hal tersebut tidak masuk dalam syarat tersebut”.

        2. Muhammad Izzah Daruzzah, menyatakan, bahwa semula tidak ada hubungan antara satu surat atau ayat dengan ayat atau surat yang lain.

        3. Dr. Shubhi al-Shalik, mengemukakan bahwa mencari hubungan antara satu surat dengan surat yang lainnya adalah sesuatu yang sulait dan sesuatu yang dicari-cari tampa ada pedoman atau petunjuk, kecuali hanya didasarkan atas tertib surat-surat taukifi itu.

        4. Hanya sedikit ulama tafsir yang mengungkapkan adanya munasabah atau relevansi antara surat-surat, mereka cukup mencari-cari adanya dua lafadz yang serupa atau adanya dua ayat yang sebanding didalam kedua surat yang berurutan letaknya, baik dua lafadz dan dua ayat yang serupa atau sebanding itu terdapat permulaan atau pertengahan maupun penghabisan surat.


    1. Kaidah Mempelajari Ilmu Munasabah

        1. Menggali mukjizat al-Qur’an dari segi bahasanya, sehingga kita dapat mengetahui mutu dan tingkat ke Balaghah-an bahasa al-Qur’an, sehingga dapat lebih meyakinkan bahwa al-Qur’an adalah mukjizat Allah bagi Nabi Muhammad SAW.

        2. Memperluas balasan para musyafir untuk memahami makna yang dikandungnya sehingga akan lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap al-Qur’an.

        3. Dapat membantu dalam menafsirkan al-Qur’an sehingga mempermudah penjelasan hukum.

        4. Kita bisa mengetahui prinsip-prinsip kalam yang dipakainya.

Menurut imam Zarkazi, beliau berkata “faidahnya menjadikan bagian-bagian kalam berkaitan dengan sebagian lainnya, maka tepat kekuatan hubungannya” dan jadilah karangan tersebut menjadi sebuah upaya pembangunan jiwa yang utuh.


  1. KESIMPULAN

Muhasabah secara etimologi menurut as-Syuyuti, berarti al-Musyakalah (keserupaan) dan al-Muqabarah (kedekatan). Sedangkan secara terminologi, ada tiga pengertian yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya menurut az-Zarkazi, menurut Ibnu al-‘Arabi, menurut al-Biqai. Sedangkan Imam as-Syuyuti membagi tujuh macam ilmu munasabah, yaitu: Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya; Munasabah antara nama surat dan tujuan turunnya; Munasabah antar bagian suatu ayat; Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan; Munasabah antara suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya; Munasabah antar fasilah (pemisah) dan isi ayat; Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama. Banyak faidah yang dapat kita ambil dengan mempelajari ilmu munasabah, diantaranya yaitu bisa mengetahui prinsip-prinsip kalam yang dipakainya maupun menafsirkan al-Qur’an sehingga mempermudah menjelaskan hukum.


  1. PENUTUP

Demikian makalah ini kami sampaikan, kami sadar bahwa penulis dalam makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan. Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi penulis. Amiiin…

1 Prof. Dr. H. Abdul Djalal, HA., Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000, hlm. 15

Tidak ada komentar: