Selasa, 12 Januari 2010

BAB II

KAJIAN TEORI
DAYA SERAP SISWA TERHADAP MATA PELAJARAN
AQIDAH AKHLAK

A. Konsep Daya Serap
a. Pengertian Daya Serap
Dalam memudahkan pemahaman tentang minat belajar, maka dalam pembahasan ini terlebih dahulu akan diuraikan mengenai day serap.
Secara bahasa daya mempunyai arti sebagi kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak, kekuatan; tenaga (yang menyebabkan sesuatu bergerak dsb), muslihat, akal, ikhtiar, upaya (ia berusaha dengan segala yang ada padanya). Sedangkan Sulchan Yasyin mengatakan bahwa, daya adalah tenaga atau kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan; tenaga yang menyebabkan timbulnya gerak usaha, ikhtiar.
Daya serap dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai kemampuan seseorang atau sesuatu untuk menyerap. Daya serap diartikan sebagai suatu kemampuan peserta didik untuk menyerap atau menguasai materi yang dipelajarinya sesuai dengan bahan mata pelajaran yang diajarkan gurunya. Daya serap merupakan tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap mata pelajaran yang diajarkan oleh seorang guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Pemahaman ini banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti, minat peserta didik terhadap belajar, lingkungan yang nyaman atau kondusif, dan guru yang bisa bersahabat (dekat) dengan peserta didiknya.
Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa daya serap belajar siswa adalah kemampuan siswa dalam mempelajari apa yang diajarkan, dibaca, didengar, dan dipelajari, (dalam hal ini adalah pelajaran aqidah akhlak).

b. Unsur-unsur Daya Serap dalam Proses Pembelajaran
Ada beberapa unsur daya serap anatar lain sebagai berikut:
1. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam memmbentuk daya serap. Melalui kecakapan inilah, seseorang mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan guru/pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya, kesannya akan lebih dalam pada peserta didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi peserta didik, dalam pembelajaran Aqidah Akhlak terutama untuk material pembelajaran berupa praktik sholat yang mana harus mempraktekan rukun-rukunya secara berurutan, dan materi yang mengandung hafalan atau amalan yang sunah ataupun wajib dilaksanakan. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama asmaul husna, rukun islam dan iman dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap peserta didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi peserta didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun juga, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan peserta didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.

2. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa pengertian-pengertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cenderung melemahkan kemampuan peserta didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong peserta didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi peserta didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.

3. Motif
Motif adalah keadaan dalam diri peserta didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada peserta didik, guru/pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, guru harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual peserta didik. Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya. Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.


c. Fungsi Daya Serap Siswa Dalam Belajar
Daya serap merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
usaha yang dilakukan seseorang. Daya serap yang kuat atau tinggi akan menimbulkan usaha yang mudah dan tidak sulit dalam menghadapi masalah atau problem. Jika seorang siswa memiliki daya serap tinggi terhadap mata pelajaran yang disampaikan oleh gur maka dengan cepat ia dapat mengerti, memahami dan mengingatnya.
Abdul Wahid menulis tentang fungsi daya serap bagi anak sebagai berikut:
1. Daya serap dapat meningkatkan wawasan dan pola pikir anak.
Sebagai contoh anak yang mempunyai daya serap tinggi pada mata pelajaran, maka wasasan tentang pelajaran luas, serta dapat berfikir luas tentang manfaat ilmu yang diserap pada waktu pelajaran.
2. Daya serap sebagai tenaga pendorong yang kuat.
Daya serap anak untuk menguasai pelajaran bisa mendorongnya untuk terus belajar dan ingin lebih tau secara mendalam.
3. Prestasi selalu dipengaruhi daya serap yang tinggi.
Untuk dapat mengerjakan soal tes dengan baik dan benar, tentunya diharapkan siswa mempunyai daya serap yang tinggi terhadap mata pelajaran.
4. Daya serap dapat meningkatkan minat belajar.
Minat seseorang meskipun diajar oleh guru yang sama dan diberi pelajaran tapi antara satu anak dan yang lain mendapatkan jumlah pengetahuan yang berbeda. Hal ini terjadi karena berbedanya daya serap mereka dan daya serap ini dipengaruhi oleh intensitas minat mereka.
5. Untuk memahami, menyerap atau menguasai materi yang dipelajarinya sesuai dengan bahan mata pelajaran yang diajarkan gurunya dalam proses kegiatan belajar mengajar.
6. Untuk meningkatkan kualitas belajar siswa.

d. Faktor-faktor Daya Serap
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang meningkatkan dan melemahkan daya serap, perlu disampaikan terlebih dulu jenis-jenis tingkat daya serap belajar siswa.
Tingkat daya serap belajar siswa bermacam-macam yaitu terdapat siswa yang memiliki daya serap belajar tinggi, sedang, dan rendah. Menurut Piet A. Sahertian ukuran tingkat daya serap belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga hal yaitu: siswa yang maju, siswa yang cukup dan siswa yang kurang.
Mengapa daya serap belajar setiap siswa/peserta didik bermacam-macam, tentunya hal ini disebabkan banyak faktor.
1. Faktor daya serap belajar siswa yang tinggi, antara lain:
a) Minat peserta didik terhadap belajar.
Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha yang dilakukan seseorang. Minat yang kuat akan menimbulkan usaha yang gigih serius dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi tantangan. Jika seorang siswa memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan mengingatnya.
Dalam hubungannya dengan pemusatan perhatian, minat mempunyai peranan dalam “melahirkan perhatian yang serta merta, memudahkan terciptanya pemusatan perhatian, dan mencegah gangguan perhatian dari luar.”
Oleh karena itu minat mempunyai pengaruh yang besar dalam belajar karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa maka siswa tersebut tidak akan belajar dengan sebaik- baiknya, sebab tidak ada daya tarik baginya. Sedangkan bila bahan pelajaran itu menarik minat siswa, maka ia akan mudah dipelajari dan disimpan karena adanya minat sehingga menambah kegiatan belajar.
Fungsi minat dalam belajar lebih besar sebagai motivating force yaitu sebagai kekuatan yang mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat kepada pelajaran akan tampak terdorong terus untuk tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya menerima pelajaran. Mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk terus tekun karena tidak ada pendorongnya. Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil yang baik dalam belajar seorang siswa harus mempunyai minat terhadap pelajaran sehingga akan mendorong ia untuk terus belajar.
b) Lingkungan yang nyaman atau kondusif.
Lingkunga dalam hal ini meliputi lingkungan di sekolah, keluarga dan masyarakat. Lingkungan belajar yang kondusif akan menyebabkan suasana yang nayaman untuk konsentrasi belajar, dibandingkan dengan lingkungan yang tidak kondusif. Begitu juga lingkungan dalam keluarga, apabila dalam lingkungan keluarga mendukung untuk peningkatan belajar siswa, maka siswa akan mempunyai daya serap yang tinggi. Lingkungan masyarakat juga penting untuk mengaplikasikan pemahaman nilai-nilai pelajaran.

c) Guru yang bisa bersahabat (dekat) dengan peserta didiknya.
Seorang guru sangat penting peranannya dalam peningkatan daya serap siswa, karena pelajaran yang akan diterima siswa akan disampaikan oleh guru/pendidik. Oleh karena itu, agar penyampaian materi dapat diserap, dipahami dengan baik oleh siswa maka seorang guru/pendidik harus menguasi materi pelajaran, menguasai kelas, menggunakan metode kreatif dengan mempergunakan alat peraga dalam mengajar, guru harus mampu memotivasi anak dalam belajar, guru harus menyamaratkan kemampuan anak di dalam menyerap pelajaran, guru harus disiplin dalam mengatur waktu, membuat persiapan mengajar atau setidaknya menyusun langkah-langkah dalam mengajar, guru harus mempunyai kemajuan untuk nemambah atau menimba ilmu misalnya membaca buku atau bertukar pikiran dengan rekan guru guna menambah wawasannya, jangan terlalu berorientasi terhadap pencapaian target kurikulum saja, dan lain sebagainya.

2. Faktor daya serap belajar siswa yang rendah dikarenakan:
a) Kurang optimal dalam penggunaan fungsi otak, misalanya tidak terbiasa denganbudaya membaca, sehingga otak lambat dalam menganalisa, biasanya kebiasaan dalam belajar cuma menghafal,
b) Kurang latihan dan terarah daya ingat/pikirannya,
c) Terdapat gangguan fungsi dan sistem otak,
d) IQ atau kapasitas anak kurang memadai,
e) Gangguan indrawi (kurangnya fungsi pendengaran, penglihatan, pembau, perasa dan peraba),
f) Hilangnya informasi yang diserap/lupa,
g) Kadang sengaja dibuat lupa,
h) Adanya faktor gen atau keturunan.

e. Alat Ukur Day Serap
Pada dasarnya alat ukur daya serap sama dengan alat untuk penilaian keberhasilan belajar mengajar, sedangkan untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat tingkat keberhasilan belajar dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar (achievent tes). Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan pada beberapa jenis penilaian, yaitu:
1. Tes Formatif
Tes formatif digunakan mengukur suatu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar pada bahan tertentu dan dalam waktu tertentu pula.
2. Tes Sub – Sumatif
Tes Sub - Sumatif meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan pada waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap siswa agar meningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil tes sub – sumatif dapat dimanfaatkan untuk memeperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai raport.
3. Tes Sumatif
Tes Sumatif diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa dalam satu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat atau sebagai ukuran mutu sekolah.

B. Pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah
a. Pengertian Aqidah Akhlak
Aqidah Akhlak berasal dari dua kata yaitu Aqidah dan Akhlak. Adapun pengertian Aqidah secara etimologis (lughat), aqidah berakar kata dari kata aqada-ya’qidu-aqdan-aqidatan. Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan, dapat pula diartikan (عقدة - عقد) berarti mengingat, menyimpulkan, menggabungkan.
Sebagaimana diketahui bahwa dasar pokok utama dalam Islam adalah aqidah atau keyakinan secara etimologi, aqidah berarti credo, keyakinan hidup, dan secara khusus aqidah berarti kepercayaan dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
Sedangkan pengertian akhlak secara etimologis (lughat) adalah bentuk jamak dari khulaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Mustofa dalam bukunya akhlak tasawuf mendefinisikan akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan tanpa menimbulkan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
Di samping istilah akhlak juga dikenal etika dan moral ketiga istilah ini sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap perbuatan manusia, perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah Al-Qur’an dan As-sunah, bagi etika standarnya adalah akal pikiran; dan bagi moral standarnya adalah adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.
Definisi-definisi akhlak dapat dilihat pada lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.
3. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
5. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan ikhlas semata karena Allah swt, bukan karena ingin mendapat pujian.
Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidikan akhlak al-karimah adalah faktor penting dalam pembinaan umat oleh karena itu, pembentukan akhlak al-karimah dijadikan sebagai bagian dari tujuan pendidikan.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian pelajaran aqidah akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT, dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan. Adapun pendidikan aqidah akhlak dalam pendidikan diarahkan pada peneguhan aqidah dan peningkatan toleransi serta saling menghormati dengan penganut agama lain dalam rangka mewujudkan kesatuan dan kesatuan bangsa.

b. Fungsi dan Tujuan Pelajaran Aqidah Akhlak
1. Fungsi
Mata pelajaran aqidah akhlak Madrasah Ibtidaiyah berfungsi untuk:
a) Penanaman nilai dan ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat;
b) Peneguhan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta pengembangan akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, melanjutkan pendidikan yang lebih dahulu dilaksanakan dalam keluarga;
c) Penyesuaian mental dan diri peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial dengan bekal aqidah akhlak;
d) Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari;
e) Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya sehari-hari;
f) Pengajaran tentang iformasi dan pengetahuan keimanan dan akhlak, serta sistem dan fungsionalnya;
g) Pembekalan peserta didik untuk mendalami aqidah akhlak pada jenjang pendidikan yang tinggi.


2. Tujuan
Mata pelajaran Aqidah Akhlak dalam pendidikan mempunyai tujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang aqidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaaannya kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

c. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah Akhlak
Pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah pada dasarnya berisi bahan pelajaran yang dapat mengarahkan pada pencapaian kemampuan dasar peserta didik untuk dapat memahami rukun iman dengan sederhan serta pengamalan dan pembiasaan berakhlak Islam secara sederhana, untuk dapat dijadikan landasan perilaku dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk jenjang pendidikan berikutnya. Adapaun secara garis besarnya ruang lingkup pelajaran Aqidah Akhlak meliputi:

1. Aspek keimanan
Obyek materi pembahasan mengenai aqidah/keimanan pada umumnya adalah Arkan Al-Iman, yaitu:
a) Iman kepada Allah swt.
b) Iman kepada malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk rohani lainnya seperti Jin, iblis dan syaitan),
c) Iman kepada kitab-kitab Allah,
d) Iman kepada hari akhir, dan
e) Iman kepada taqdir Allah.

2. Aspek Akhlak
Aspek akhlak meliputi: akhlak di rumah, akhlak di madrasah, akhlak di perjalanan, akhlak dalam keadaan bersin akhlak dalam membantu dan menerima tamu, perilaku akhlak pribadi/karakter pribadi yang terpuji yang meliputi: rajin, ramah, pemaaf, jujur, lemah lembut, berterima kasih, dan dermawan. Akhlak dalam bertetangga, akhlak dalam alam sekitar, akhlak dalam beribadah, akhlak dalam berbicara, melafalkan dan membiasakan kalimat thayyibah, akhlak terhadap orang yang sakit, syukur nikmat. Perilaku akhlak/karakter pribadi yang terpuji meliputi: teliti, rendah hati, qona’ah, persaudaraan dan persatuan, tanggungjawab, berani menegakkan kebenaran, taat kepada Allah SWT dan menghindari akhlak tercela.

3. Aspek Kisah Keteladanan
Dalam aspek kisah keteladanan materi yang diajarkan meliputi kisah keteladanan para Nabi dan para sahabatnya, diantara kisah keteladanan yang diajarkan antara lain: keteladanan Nabi Muhammad SAW, kisah Nabi Musa dan Nabi Yusuf as, kisah Masyitoh dan Ashabul Kahfi.

d. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah
Kompetensi mata pelajaran Aqidah Akhlak berisi sekumpulan kemampuan minimal yang harus dikuasai oleh peserta didik selama menempuh pendidikannya. Kompetensi ini berorientasi pada perilaku afektif dan psikomotorik dengan dukungan pengetahuan kognitif dalam rangka memperkuat aqidah serta meningkatkan kualitas akhlak sesuai dengan ajaran Islam. Kompetensi mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah adalah sebagi berikut:
1. Meyakini rukun iman yang enam dan sifat-sifat Allah SWT yang terkandung dalam Asma al-Husna (al-Rahman, al-Waahid, al-Kholiq, al-Quddus), terbiasa berakhlak terpuji (hidup bersih, kasih sayang dan rukun) dan menghindari akhlak tercela (hidup kotor, berkata bohong/dusta, dan berbicara kotor) dalam kehidupan sehari-hari.
2. Terbiasa beradab secara Islami ketika bergaul dengan orang tua, guru dan teman, ketika mandi, berpakaian, makan, minum, belajar, bermain, dan tidur, serta mengambil nilai-nilai keteladanan akhlak tokoh (sifat kasih sayang Rasulullah) atau orang/binatang.
3. Meyakini kalimat tauhid (Lailaha Illallah Muhammadur-Rosulullah), sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Asma al-Husna (al-Muhaimin, al-Salam, al-Lathif, ar-Rasyid), berakhlak terpuji (ramah, lemah lembut, hormat, pandai dan rajin), dan menghindari akhlak tercela (sombong, angkuh, acuh tak acuh dan malas) dalam kehidupan sehari-hari.
4. Terbiasa beradab secara Islami dalam pergaulan, keadaan khusus, ke kamar mandi/WC, di jalan, dan kepada binatang/tumbuhan, di rumah/madrasah dan meneladani akhlak orang/tokoh (keteguhan iman Nabi Ibrahim as).
5. Meyakini kalimat Thayyibah (Subhanallah) dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Asma al-Husna (al-Mushowwir, al-Kariim, al-Haliim), beriman kepada Malaikan Allah (10 Malaikan dan tugasnya) dan berakhlak terpuji (kreatif, rendah hati, santun, ikhlas dan dermawan), serta menghindari akhlak tercela (bohoh, pemarah, kikir dan boros) dalam kehidupan sehari-hari.
6. Terbiasa beradab secara Islami dalam pergaulan (terhadap orang yang cacat jasmani, fakir miskin, anak yatim), di jalan, dan bertamu (menerima dan bertamu), serta meneladani akhlak terpuji Nabi (kedermawanan Nabi Sulaiman as), tokoh atau orang (ulama yang sholeh) serta menghindari akhlak tercela (hidup boros dan prilaku bodoh) dalam kehidupan sehari-hari.
7. Myakinai kalimat Tayyibah (Innalillahi wa Inna Ilaihi Raji’uun dan La Haula wala Quwwata Illa bi Llah...) dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Asma al-Husan (al-Mukmin, al,’Adhim, al-Huda, al-’Adlu, al-Hakiim), meyakini adanya makhluk ghoib selain Malaikat Allah dan berakhlak terpuji (jujur, benar, teguh pendirian, adil dan taat kepada Allah SWT), serta menghindari akhlak tercela (khianat, ingkar janji, dhalim, kejam, tamak dan pemarah) dalm kehidupan sehari-hari.
8. Mengimani Nabi dan Rasull (25 Nabi dan Rasull) serta meneladani sifat-sifatnya, terbiasa menerapkan adab secara Islami ketika beribadah (masuk masjid, membaca Qur’an, sholat dan berpuasa) dan bertetangga (saling menghormati, menghargai, menyayangi dan tolong menolong), serta meneladani akhlak terpuji orang-orang/tokoh (keberanian Nabu Musa as dan Nabi Yusuf as) serta menghindari akhlak tercela (durhaka, berlaku kejam dan dhalim) dalam kehidupan sehari-hari.
9. Meyakini kalimat Thayyibah (Alhamdulillah dan Allahu Akbar) dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Asma al-Husna (al-Rozak, al-Mughni, al-Fattah, al-Wahhab, al-Syakuur), berakhlak terpuji (optimis, konaah dan tawakal), serta menghindari akhlak tercela (pesimis, bergantung, serakah/tamak, putus asa) dala kehidupan sehari-hari.
10. Meneladani dan menerapkan ciri-ciri orang yang beriman (sifat optimis, teliti, cermat yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman as), dan terbiasa mensyukuri nikmat Allah, menerapkan adab secara Islami ketika bekerja dan berbakti kepada orang tua dalam kehidupan sehari-hari.
11. Myakini kalimat Thayyibah (Asstaghfirullah) dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Asma al-Husna (al-’Alim, al-Sami’, al-Bashir) serta menghindari akhlak tercela (hasut dan dengki dalam kehidupan sehari-hari).
12. Terbiasa bertaubat, menerapkan adab secara Islami ketika terkena musibah (menghormati, menyayangi, membantu dan menolong) dan meneladani sifat tokoh dari kisah/cerita orang yang berakhlak mulia (kisah Masyitoh dan Askabul Kahwi) dalam kehidupan sehari-hari.
Dari penjelasan standar kompetensi mata pelajaran Aqidah Akhlak di atas mencerminkan bahwa pencapaian tujuan pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyyah mencakup semua ranah keberhasilan pendidikan, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh karena itu, penjabaran standar kompetensi pelajaran Aqidah Akhlak dapat dijadikan tolak ukur daya serap siswa terhadap mata pelajaran Aqidah Akhlak yang diberikan.

e. Evaluasi Kurikulum Aqidah Akhlak
Evaluasi merupakan hal yang penting yang sifatnya fundamental, sebab untuk terwujudnya keputusan-keputusan yang baik (tepat dan bijaksana) diperlukan adanya data dan informasi yang tepat dan relevan melalui atau dengan cara melakukan ecaluasi. Ecaluasi juga bisa dijadikan alat ukur keberhasilan pembelajaran serta daya serap siswa terhadap mata pelajaran tertentu.
Evaluasi dalam pembelajaran Aqidah Akhlak merupakan cara atau tekhnik penilain terhadap tingkah laku dan daya serap siswa terhadap mata pelajaran Aqidah Akhlak berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif (standar kompetensi) dari seluruh aspek-aspek mata pelajaran.
Alat evaluasi pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah sam dengan alat evaluasi pada mata pelajaran lainnya. Diantara alat evaluasi yang digunakan antara lain:
1. Teknik non-tes, yaitu evaluasi yang tidak menggunakan soal-soal tes dan tujuannya untuk mengetahui sikap dan sifat kepribadian siswa yang berhubungan dnegan kiat belajar atau pendidikan. Teknik non-tes dibagi menjadi enam macam, yaitu: skala bertingkat, kuesioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan dan riwayat hidup.
2. Teknik tes, yaitu untuk menilai kemampuan siswa yang meliputi pengetahuan dan ketrampilan sebagai hasil belajar, bakat khusu dan intelijensi. Teknik ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) Tes tuulis, yaitu tes yang soal dan jawaban diberikan kepada siswa berupa tulisan seperti tes subjektif/uraian dan tes objektif yang mana siswa diharapkan menjawab dnegan beberapa alternatif.
b) Tes Lisan yaitu memberikan pertanyaan secara lisan dan siswa langsung diminta untuk menjawab secara lisan pula.
c) Tes perbuatan yaitu tes dimana respon atau jawaban yang dituntut dari peserta didik berupa tindakan, tingkah laku kongkrit. Alat yang digunakan dalam tes ini adalah observasi atau pengamatan langsung terhadap tingkah laku siswa.

Tidak ada komentar: