Selasa, 12 Januari 2010

BAB I

PENDAHULUAN


A. Later Belakang Masalah
Akhir-akhir ini kita sering menyaksikan tayangan berita di televisi atau membaca dalam surat kabar, perihal fenomena kekerasan yang terjadi di dalam dunia pendidikan, baik yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya maupun kekerasan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang lain. Kekerasan antar pelajar pun tidak hanya terjadi di tingkat perguruan tinggi, Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Pertama (SLTP), bahkan terjadi di pelajar tingkat Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Tsanawiyah (MI). Hal tersebut sangat memprihatinkan karena di sekolahlah seharusnya nilai-nilai budi pekerti itu ditanamkan, mulai dari tingkat SD/MI, SLTP, SMA/MA bahkan Perguruan Tinggi.
Salah satu nilai-nilai budi pekerti yang diajarkan dalam sekolah adalah melalui mata pelajaran Aqidah Akhlak, yang mana didalamnya terdapat nilai-nilai akhlak yang mencerminkan budaya Islami dalam setiap aspek kehidupan.
Fenomena kekerasan antar pelajar merupakan salah satu bentuk buramnya pendidikan kita dan demoralilasinya generasi muda. Secara umum, kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau merugikan orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Kekerasan di dunia pendidikan kita tidak hanya berbentuk kekerasan fisik (perkelahian antar pelajar) saja atau eksploitasi fisik semata, tetapi juga terdapat kekerasan psikis terhadap peserta didik, dan justru kekerasan psikislah yang perlu diwaspadai karena akan menimbulkan efek traumatis yang cukup lama bagi si korban.
Pada kenyataannya, praktik kekerasan psikis atau yang sering disebut dengan bullying ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik oleh teman sekelas, kakak kelas ke adik kelas, maupun bahkan seorang guru terhadap muridnya. Terlepas dari alasan apa yang melatarbelakangi tindakan tersebut dilakukan, tetap saja praktik bullying tidak bisa dibenarkan, terlebih lagi apabila terjadi di lingkungan sekolah yang dilakukan oleh peserta didik, karena hal tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai budaya Islam dan budi pekerti yang luhur.
Oleh karena itu, dalam hal ini peran pelajaran Aqidah Akhlak sangat penting untuk mengatasi masalah kekerasan dan demoralisasi yang terjadi, diantara tujuan pendidikan Aqidah Akhlak di sekolah adalah penanaman nilai dan ajaran Islam sebagai pedoman hidup, pengembangan akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya sehari-hari.
Padahal pendidikan Aqidah Akhlah di dunia pendidikan kita sudah diterapkan sejak dari tingkat Madrasah Ibtidaiyyah (MI) sampai dengan perguruan tinggi, hal ini menunjukkan bahwa penananman nilai-nilai budi pekerti/akhlak kepada anak dilakukan sejak usia dini sampai dengan dewasa. Dengan demikian secara tidak langsung nilai-nilai akhlak seharusnya tertanam secara mendalam di setiap anak sehingga dengan modal akhlak tidak akan terjadi kekerasan atau tundakan-tindakan negatif dalam kehidupan sehari-hari.
Fenomena ini tentunya mengundang pertanyaan apakah kekerasan yang terjadi di sekolah merupakan kegagalan pelajaran Aqidah Akhlak yang diberikan kepada anak didik atau memang daya serap peserta didik rendah dalam memahami dan meneriama nilai-nilai yang terkandung di dalam pelajaran Aqidah Akhlak?
Tentunya banyak faktor yang melatar belakangi terjadi banyaknya kekerasan pelajar diantaranya adalah lingkungan, budaya, latar belakang keluarga, pendidikan, pergaulan, dan lain sebagainya. Lingkungan sekitar sangat potensial untuk mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku anak, lingkungan yang baik akan menciptakan perilakuk anak yang baik, begitu juga sebaliknya, lingkungan yang tidka baik akan membawa anak kejurang pergaulan yang tidak baik juga.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang fundamental atau dasar pendidikan bagi anak-anak, dengan demikian maka tergantung kedua orang tua dan pendidikan yang diberikannya, anak akan terbentun dan terukir jiwanya sesuai dengan kehendak orang tuanya, hal ini sesuai dnegan hadis yang berbunyi:

عن ابي هريره رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلم: مامن مولود الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه. (رواه البخاري)
”Dari Abu Hurairah ra. Berkata bahwa: Rasulullah SAW telah bersabda: Tidaklah seseorang itu dilahirkan kecuali membawa fitrah, ayah dan ibunya yang menjadikan Yahudi, Nasrani, atau Majuzi”. (H.R. Bukhori).

Zakariah Darajat, menjelaskan bahwa orang tua adalah pembina pribadi yang utama dalam kehidupan anak, kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan usnsur-unsur pendidikan yang tidak berlangsung, dengan sendirinya akan masuk ke dalam prbadi anak yang sedang tumbuh.
Ketika seorang anak pertama kali lahir ke dunia dan melihat apa yang ada di dalam rumah dan sekelilingnya, tergambar dalam benaknya sosok awal dari sebuah gambaran kehidupan. Bagaimana awalnya dia harus bisa melangkah dalam hidupnya didunia ini. Jiwanya yang masih suci dan bersih akan menerima segala bentuk apa saja yang datang mempengaruhinya. Maka sang anak akan dibentuk oleh setiap pengaruh yang datang dalam dirinya. Dalam hal ini Imam Ghazali mengatakan:



Bayi itu merupakan amanat bagi kedua orang tuanya, hatinya suci dan bersih. Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan, ia akan tumbuh dengan kebiasaan, pengajaran, dan berbahagia di dunia dan di akhirat.

Dengan demikaian orang tua harus berusaha semaksimal mungkin agar anak mendapatkan pendidikan agama yang baik dan terbiasa melaksanakannya. Berbicara tentang terbiasa melaksanakan berarti menyangkut metode keteladanan, metode keteladanan dalam pembiasaan merupakan suatu metode yang digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang baik kepada anak agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, aklak, kesenian dan lain-lain.
Kita sadai bahwa pendidikan merupakan salah satu usaha memanusiakan menusia agar peserta didik dapat menjadi manusia yang utuh, manusia yang berbudi luhur dan mempunyai nilai atau norma kehidupan yang baik. Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasiona, bahwa pendidikan adalah:
”Usah sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak sisik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagaman, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Dalam pembentukan kepribadian peserta didik, seorang pendidik/guru sangat penting, selain menjadi seorang pengajar, seorang guru juga berperan sebagai pendidik dan motivator bagi siswa-siswinya. Sebagai seorang pengajar, guru dituntut berkerja cerdas dan kreatif dalam mentranformasikan ilmu atau materi kepada siswa. Dan berupaya sebaik mungkin dalam menjelaskan suatu materi sehingga materi tersebut bisa diaplikasikan dalam keseharian siswa itu sendiri.
Tugas sebagai pendidik adalah tugas yang sangat berat bagi seorang guru. Guru dituntut mampu menanamkan nilai-nilai moral, kedisiplinan, sopan santun, dan ketertiban sesuai dengan peraturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah masing-masing. Dengan demikian, diharapkan siswa tumbuh menjadi peribadi yang sigap, mandiri, dan disiplin. Dan sebagai motivator, guru harus mampu menjadi pemicu semangat siswanya dalam belajar dan meraih prestasi.
Terlepas dari faktor seorang pendidik, lingkungan keluarga, budaya, dan lain sebaaginya. Dalam skripsi ini akan mendeskripsikan tentang sejauh mana daya serap peserta didik terhadap pelajaran Aqidah Akhlak yang disampikan oleh pendidik?
Kita tahu bahwa daya serap setiap peserta didik terhadap mata pelajaran berbeda antar satu sama lainnya. Oleh karena itu, tidak semua peserta didik dengan optimal menerima ajaran yang diberikan. Nilai-nilai Akhlak tidak lah mudah langsung diteriam oleh peserta didik jika peserta didik tidak mempunyai daya serap yang tinggi dan kesadaran untukselalu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mungki hal ini yang menyebabkan salah satu fenomena kekerasan yang terjadi di lingkungan pelajar mulai dari MI/SD bahkan sampai perguruan tinggi.
Di Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Kec. Pekuncen, Kab. Banyumas sendiri terdapat fenomena kekerasan antar siswa, padahal secara faktor lingkungan sekitarnya Madrasah tersebut terletak diantara pesantren, dan lingkungan masyarakatnya termasuk mayoritas muslim, secara otomatis semua siswa (anak didik) mempunyai latar belakang islami.
Disamping itu juga faktor metodologi pembelajaran di sekolahan sudah termasuk mendukung dalam keberhasilan tujuan pembelajaran. Khusus dalam pembelajaran Aqidah Akhlak metodologi yang diterapkan salah satunya dnegan metodologi demonstrasi atau Role Play. Dalam upaya pendidikan Aqdah Akhlak sebagai pelajaran yang bertujuan membentuk akhlak dan budi pekerti kepada siswa seharusnya kekerasan tidak terjadi. Namun dalam realitanya masih terdapat tindakn negatif di antara siswa. Apakah hal ini juga menunjukkan bahwa daya serap siswa di MI Ma’arif NU Banjarnyar terhadap pelajaran Aqidah Akhlak rendah atau mungkin ada faktor lain yang menyebabkannya.
Penelitian ini menitik beratkan pada deskriptif daya serap siswa khususnya kelas V MI Ma’arif NU Banjaranyar terahadap mata pelajaran Aqidah Akhlak.

B. Penegasan Istilah
Untuk mempermudah pemahaman dalam skripsi ini, penulis membatasi istilah yang terkait dengan penelitian ini, yaitu
1. Studi Deskriptif
Kata studi berasal dari bahasa Inggris, yaitu study, yang artinya kajian, telaah, penulisan ilmiah. Dalam penulisan judul skripai ini kata studi dimaksudkan kajian tentang daya serap siswa kelas V MI Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas.
Kata deskriptif berasal dari bahasa Inggris yang secara bahasa artinya uraian, lukisan, pemaparan. Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menggambarkan daya serap siswa kelas V MI Ma’arif NU 01 Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat.


2. Daya Serap
Secara bahasa daya adalah tenaga atau kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan; tenaga yang menyebabkan timbulnya gerak usaha, ikhtiar. Daya serap diartikan sebagai kemampuan seseorang atau sesuatu untuk menyerap. Dalam penelitian ini daya serap hanya terfokus pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas V Madrasah Ibtidaiyah.

3. Pelajaran Aqidah Akhllak
Pelajaran Aqidah Akhlak adalah adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT, dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan. Adapun pendidikan aqidah akhlak dalam pendidikan diarahkan pada peneguhan aqidah dan peningkatan toleransi serta saling menghormati dengan penganut agama lain dalam rangka mewujudkan kesatuan dan kesatuan bangsa.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat penulis rumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah daya serap Siswa Kelas V Madarasah Ibtidaiyah Ma’arif NU Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas terhadap mata pelajaran Aqidah Akhlak?


D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan informasi faktual tentang daya serap siswa kelas V MI Ma’arif NU Banjaranyar, Pekuncen, Banyumas.

E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat dipetik dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Guru (Penulis)
a. Guru (penulis) dapat mengukur kemampuan dan kekurangan yang ada untuk diperbaiki guna mengoptimalkan pelaksanaan tugas mengajar dikelas,
b. Guru (penulis) dapat memberikan perbaikan dan alternatif pembelajaran yang lebih baik, tepat sasaran dan dapat diserap dengan baik oleh seluruh siswa,
2. Bagi Siswa
a. Siswa dapat mengetahui kemampuan daya serapnya terhadap pelajaran yang disampiakan guru,
b. Siswa dapat meningkatkan kemampuanya melalui pembelajaran yang lebih baik.
3. Bagi Sekolah (Kepala Sekolah, Komite Sekolah dan Lingkungan)
a. Sekolah dapat memberikan dukungan dan motivasi sehingga guru dapat meningkatkan perannya dalam tugas pengajaran dan membimbing siswa menjadi lebih maksimal,
b. Sekolah dapat memberikan saran dan informasi untuk peningkatan kualitas siswa.




F. Sistematika Penulian Skripsi
Sistematika dalam penulisan skripsi ini terdiri dati tiga bagian. Bagian awal berisi halaman judul, halaman pengesahn, motto, persembahan, kata pengantar, dan daftar isi.
Bagian isi terdiri dari 5 Bab, yaitu Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalh, Tujuan Penelitian dan Manfa’at Penelitian. Bab II tentang Landasan Teori yang terdiri dari beberapa sub yaitu: Konsep Daya Serap dan Pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah. Bab III tentang Metode Penelitian yaitu: Tipe dan Sifat Penelitian, Sampel, Variabel Penelitian, Sumber Data, Metode Pengumpulan Data, dan Tekhnik Anlisis Data. Bab IV tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang terdiri dari Gambaran Umum Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU Banjaranyar dan Hasil Penelitian. Dan Bab V Penutup yang terdiri dari Kesimpulan, Saran dan Penutup.
Pada bagian akhir skripsi memuat daftar pustaka danlampiran-lampiran.

Tidak ada komentar: